MEDIA DAKWAH DAN
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
“AMANU”
“INSYA ALLAH”
MEMANTAPKAN USAHA DAN DISIPLIN
Wujud Iman Kepada Allah SWT
OLEH:
DR. KH. AHMADI H. SYUKRAN NAFIS, MM
Kepala Kantor Kementerian Agama Kota
Banjarmasin (2009 s.d 2015)
Kepala Kantor Kementerian Agama
Kabupaten Barito Kuala (2015 s.d sekarang)
Sekretaris Komisi Ukhuwah Majelis Ulama
Indonesia (MUI) Kalsel
Pembimbing Majelis Taklim Ahlus Sunnah Waljamaah, Kantor Kemenag. Kota Banjarmasin,
Pimpinan/ Pembimbing Majelis Taklim Ahmadi
Syukran Nafis Al-Banjari DR KH MM – Nurul Aida Hj. SE., MM (MT AMANU) Handil
Bakti, Kab. Barito Kuala – Kota Banjarmarin
Kalimantan Selatan
Pendahuluan
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمدلله رب العالمين وبه نستعين على أمور الدّنيا والدّين.
والصّلاة والسّلام على أشرف الأنبياء والمرسلين وعلى آله وأصحابه أجمعين. اشهدأن
لاإله إلاّ الله وحده لاشريك له ألملك الحق المبين.
وأشهد أنّ محمدا عبده ورسوله صادق الوعدالأمين.
اللهمّ صلىّ وسلّم وبارك على سيّدنا محمد وعلى ال سيّدنا محمّد
وعن كلّ صحابة رسول الله أجمعين ومن تبعهم بإحسان إلى يوم الدين. أمّا بعد .
Yang Mulia; Para Alim Ulama, umara, guru-guru
agama, ustadz- ustadzah,bapak-bapak, Ibu-ibu, saudara-saudaraku, anak-anaknda,
cucu-cucunda; para santri, pelajar, mahasiswa dan generasi muda serta muslimin
dan muslimat yang berbahagia.
Pertama-tama marilah kita panjatkan puji dan syukur
ke hadhirat Allah SWT., yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada
kita sekalian.
Salawat dan salam semoga dilimpahkan kepada
junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW, beserta para sahabat, keluarga beliau,
dan pengikut beliau hingga akhir zaman. Mudah-mudahan Allah SWT memberikan
ketetapan iman dan takwa kita kepada Allah SWT. Dan sebagai bukti kita ber-iman
dan bertakwa adalah dengan melaksanakan perintah Allah SWT dan
Rasul-Nya, serta menjauhi larangan-Nya.
Janji adalah hutang dan hutang wajib dibayar. Oleh karena
itu, suatu janji wajib hukumnya untuk ditepati, bahkan bila seorang berjanji
lalu diingkarinya tanpa uzur, maka ia tergolong memiliki tanda orang munafik.
Namun karena seseorang tidak bisa memprediksi bahwa ia bisa dan pasti mampu
melaksanakan sesuatu yang telah dijanjikannya pada orang lain pada masa yang
akan datang, maka seharusnya ia menyertakan janji-janjinya untuk masa datang
dengan sebuah kalimat Insya Allah (jika Allah menghendaki), hal ini sebagai bagian dari
perwujudan keimanan kita kepada Allah SWT.
Para ulama telah sepakat bahwa berjanji dengan tambahan
pengecualian kata Insya Allah atau semisal dengan bahasa Arab atau bahasa
apapun adalah sunnah (dianjurkan dan berpahala) walau memang ada sebagian kecil
ulama yang berpendapat wajib hukumnya tambahan kalimat Insya Allah. Namun ulama
yang berpendapat sunnah pun memberi syarat; boleh berjanji tanpa Insya Allah,
jika dalam hatinya tidak ada keyakianan bahwa ia pasti bisa menepati janjinya
tanpa ada kaitanya dengan taqdir Allah.
”Insya Allah” Memantapkan Usaha dan Disiplin
Sebutlah ”Insya Allah”
Dalam pembahasan ini, kita membicarakan tentang Menyebut “Insya Allah”
memantapkan tauhid kepada Allah SWT. Yaitu, dengan menyandarkan kepada Allah
SWT untuk menyatakan sanggup dan dapat melakukan suatu perbuatan atau menepati
janji apabila berjanji kepada orang lain.
Dan dalam menyatakan kesanggupan melakukan perbuatan tersebut, ada upaya
akan berdisiplin dan berusaha semaksimal mungkin untuk dapat melakukan suatu
perbuatan atau menepati janji tersebut.
Kata Insya Allah berarti jika Allah menghendaki, yang berasal dari
bahasa Arab: in berarti jika, sya’a berarti menghendaki, dan Allah
adalah nama Tuhan kita umat Islam.
Apabila kita mengatakan Insya Allah, maka bukan berarti kita tidak
sanggup melakukan suatu perbuatan atau menepati janji bila berjanji, karena
dengan alasan jika Allah menghendaki.
Padahal kita mengatakan Insya Allah tersebut, sebagai pengakuan kita
bahwasanya;
- Hanya Allah SWT yang Maha Kuasa dan hanya Allah lah yang Maha Mengetahui atas hal-hal yang belum terjadi atau yang akan terjadi besok.
- Hanya Allah SWT yang mengetahui apa yang akan dikerjakan oleh seseorang secara pasti pada esok harinya.
- Meskipun manusia telah merencanakan dengan matang, atau merencanakan semaksimal mungkin menurut perhitungannya, terhadap apa yang dikerjakannya besok atau pada hari-hari mendatang, akan tetapi rencana itu hanya bersifat rencana, tidak bisa dipastikan bisa terlaksana atau tidak.
- Apabila Allah SWT menghendaki maka pekerjaan itu akan terlaksana. Dan apabila Allah SWT tidak menghendaki, maka sangat mudah bagi Allah SWT untuk menghalangi terlaksanakanya rencana tersebut. (Kemenag RI., 2012, Al-Qur’an dan Tafsirnya, Jilid 7, Hal. 575).
Dalam suatu riwayat, telah terjadi peristiwa di zaman Rasulullah SAW.
ada beberapa orang musyrikin dari kaum Quraisy bertanya kepada Nabi Muhammad
s.a.w. tentang roh, kisah ashhabul kahfi (penghuni gua) dan kisah Dzulqarnain
lalu beliau menjawab, datanglah besok pagi kepadaku agar aku ceritakan, dan
beliau tidak mengucapkan insya Allah yang berarti, jika Allah menghendaki.
Akan tetapi sampai besok harinya wahyu terlambat datang untuk
menceritakan hal-hal tersebut, sebagaimana yang dijanjikan oleh Nabi Muhammad
SAW, sehingga Nabi SAW tidak dapat menjawabnya.
Maka turunlah ayat Al-qur’an, Surah
Al-Kahfi (18): 23-24, yang
menurut kalangan ahli tafsir, adalah sebagai pelajaran kepada Nabi Muhammad
SAW., dan Allah mengingatkan pula bilamana Nabi SAW lupa menyebut insya Allah
haruslah segera menyebutkannya kemudian.
Sebagaimana
firman Allah SWT dalam Al-qur’an:
“Dan jangan
sekali-kali kamu mengatakan tentang sesuatu: "Sesungguhnya aku akan
mengerjakan ini besok pagi.” Q.S. Al-Kahfi
(18): 23
“Kecuali (dengan menyebut): "Insya
Allah" [*]. dan ingatlah kepada Tuhanmu jika kamu lupa, dan katakanlah:
"Mudah-mudahan Tuhanku akan memberiku petunjuk kepada yang lebih dekat
kebenarannya dari pada ini". Q.S. Al-Kahfi
(18): 24
Dalam ayat ini, Allah SWT mengingatkan kepada Rasulullah SAW agar tidak
mengucapkan janji atau suatu pernyataan
untuk suatu pekerjaan dengan pasti, dengan berkata,: “Besok pagi akan
kukerjakan”. Seharusnya beliau mengetahui bahwa, tidak seorang pun yang tahu
dengan pasti apa yang akan terjadi besok pagi.
Sebagaimana
firman Allah SWT dalam Al-qur’an:
“Sesungguhnya
Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang hari Kiamat; dan Dia-lah
yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada
seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya
besok [*]. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan
mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” Q.S. Lukman (31): 34
Menurut ahi tafsir, maksudnya [*], bahwa, manusia itu tidak dapat
mengetahui dengan pasti apa yang akan diusahakannya besok atau yang akan
diperolehnya, namun demikian mereka diwajibkan berusaha.
Apabila kita mengatakan, sanggup melakukan suatu
perbuatan atau menepati janji bila berjanji, dengan menyebut Insya Allah,
adalah untuk memantapkan tauhid kita kepada Allah SWT., bahwasanya segala
sesuatu terjadi apabila Allah SWT menghendaki. Karena Allah SWT lah yang mengetahui
hal-hal yang belum terjadi, dengan kata lain; apa yang akan kita kerjakan besok
bisa terjadi kalau Allah SWT menghendaki.
Karenanya, sering terjadi dalam kehidupan kita
sehari-hari, apa yang kita perkirakan atau rencanakan besok atau dalam waktu
tertentu bisa dikerjakan, namun dalam kenyataannya, bisa terlaksana dan juga
bisa tidak terlaksana, bisa tertunda beberapa hari, beberapa waktu, atau dalam
waktu-waktu yang kita tidak tahu kapan bisa terlaksana.
Sebagaimana peristiwa yang dialami Nabi Muhammad SAW.,
yang berjanji kepada kaum quraisy, bahwasanya, besok pagi akan menjawab atas
tiga pertanyaan kaum musyrikin Quraisy tersebut, tentang roh, kisah ashhabul
kahfi (penghuni gua) dan kisah Dzulqarnain tersebut, dengan tidak mengucapkan
Insya Allah, ternyata lima belas hari kemudian baru dapat beliau penuhi, yakni
sesudah wahyu untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan itu diturunkan. (Kemenag
RI., 2012, Al-Qur’an dan Tafsirnya,
Jilid 5, Hal. 596).
Menurut At-Tabari (Ensiklopedi Islam, Jilid 3,
halaman 202), orang yang mengucapkan Insya Allah, apabila ia hendak melakukan
sesuatu menunjukkan bahwa ia mengaitkannya dengan kehendak Allah SWT dan
menunjukkan cerminan keyakinan seseorang bahwa, tak ada sesuatu pun yang dapat
terwujud atau terjadi, kecuali Allah SWT menghendakinya.
Mengapa Kita Perlu Menyebut Insya Allah?
Kita perlu menyebut Insya Allah, apabila kita menyatakan sanggup dan
dapat melakukan suatu perbuatan atau menepati janji apabila berjanji kepada
orang lain.
Sebab, penyebutan Insya Allah tersebut, adalah:
1.
Sebagai ungkapan tekad dalam menyatakan kesanggupan
melakukan perbuatan, akan berdisiplin dan berusaha semaksimal mungkin untuk
dapat melakukannya, seperti yang ditunjukkan Nabi Ismail a.s. kepada ayahnya,
Nabi Ibrahim a.s. (Ensiklopedi Islam, Jilid 3, halaman 202-203), sebagaimana
diceritakan dalam Surah As-Saffat (37): 102
Firman Allah SWT.
“Maka
tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim.
Ibrahim berkata: "Hai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa
aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" Ia menjawab:
"Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, Insya Allah
kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar". Q.S. As-Saffat (37): 102
2.
Memantapkan keyakinan dan ketaatan atas apa yang
dituntut dari dirinya, sehingga benar-benar berupaya untuk memenuhinya, dan
tidak mencari-cari alas an untuk mengingkarinya.
3.
Apabila terjadi suatu halangan atau meninggal dunia
sebelum hari besok itu datang, sehingga dia tidak dapat mengerjakan apa yang
diucapkannya itu, maka dia tidak dipandang sebagai pendusta dalam janjinya
apabila disertai dengan menyebut Insya Allah.
4.
Menghindari diri dari hal-hal yang dapat merusak
tata kehidupan manusia, seperti adanya sifat takabur, merasa dirinya sendiri
yang hebat dan orang lain direndahkannya
5.
Menghindari terjadinya kesalahpahaman, percekcokan
dan perkelahian, akibat kekecewaan dan kemarahan (nafsu amarah) yang tak
terkendalikan, dikarenakan merasa dibohongi, apabila tidak terpenuhi apa yang
dinyatakan kesanggupannya atau tidak terpenuhinya apa yang dijanjikan tersebut,
dengan tidak menyebut Insya Allah.
6.
Sebagai pengakuan bahwa, hanya Allah SWT Yang Maha
Kuasa dan Yang Maha Mengetahui, sedangkan kita adalah makhluk yang lemah, tidak
kuat kuasa, dan tidak mengetahui hal-hal yang belum terjadi, atau hal-hal yang
gaib.
Bagaimana Kita Mengatakan Insya Allah, Kalau
Seandainya Kita Lupa menyebut Insya Allah, atau Tidak Menyebutkannya Karena
Merasa Sanggup Melakukannya?
Meskipun kita merasa sanggup untuk melaksanakan kegiatan yang disebutkan
atau yang dijanjikan, namun kita tetap dianjurkan oleh Allah SWT dan Rasulullah
SAW untuk menyebutkan Insya Allah.
- Menyebut Insya Allah pada saat berbicara, sebagaimana Allah SWT memberikan teguran kepada Nabi Muhammad SAW yang tidak mengiringi dengan menyebut Insya Allah, ketika berjanji kepada kaum quraisy bahwasanya, besok pagi akan menjawab atas tiga pertanyaan kaum musyrikin, tentang roh, kisah ashhabul kahfi (penghuni gua) dan kisah Dzulqarnain tersebut, dengan tidak mengucapkan Insya Allah. (Q.S. Al-Kahfi/ 18: 23-24)
Sebagaimana firman Allah SWT dalam
Al-qur’an:
“Dan jangan sekali-kali kamu mengatakan
tentang sesuatu: "Sesungguhnya aku akan mengerjakan ini besok pagi.” Q.S. Al-Kahfi (18): 23
“Kecuali (dengan menyebut): "Insya
Allah" [*]. dan ingatlah kepada Tuhanmu jika kamu lupa, dan katakanlah:
"Mudah-mudahan Tuhanku akan memberiku petunjuk kepada yang lebih dekat
kebenarannya dari pada ini". Q.S. Al-Kahfi
(18): 24
- Dan apabila terlupa menyebut Insya Allah dalam janjinya, maka hendaknya menyebut Insya Allah segera ketika ingat. Sebagaimana ditegaskan dalam Q.S. Al-Kahfi/ 18: 24 dan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud, bahwaRasulullah SAW mengucapkan: “Demi Allah, pasti akan memeranagi Quraisy”, kemudian beliau diam lalu berkata: “Insya Allah…” (Kemenag RI., 2012, Al-Qur’an dan Tafsirnya, Jilid 5, Hal. 596)
- Mengiringi sebutan Insya Allah dengan do’a, dan mengharap petunjuk dari Allah SWT.
Sebagaimana ditegaskan dalam Q.S. Al-Kahfi/ 18: 24, bahwasanya, Allah
SWT menyuruh Rasul-Nya supaya mengharapkan dengan sangat kepada Allah SWT
supaya Allah SWT memberikan petunjuk kepada beliau ke jalan yang lebih dekat
kepada kebaikan dan lebih kuat untuk dijadikan alasan bagi kebenaran agama.
Allah SWT telah memenuhi harapan Nabi Muhammad SAW tersebut dengan menurunkan
kisah nabi-nabi dan umat mereka masing-masing pada segala zaman, yang
bermanfaat bagi kehidupan mereka di dunia dan akhirat. (Kemenag RI., 2012, Al-Qur’an dan Tafsirnya, Jilid 5, Hal.
596).
Adakah Contoh-contoh
Umat Terdahulu Dalam Menyebut Insya Allah?
Banyak peristiwa yang diceritakan oleh Allah SWT dalam Al-qur’an tentang
nabi-nabi terdahulu dan umatnya, dalam hal mengucapkan Insya Allah tersebut,
dan termasuk kita sebagai umat Nabi Muhammad SAW juga dianjurkan untuk
mengucapkan Insya Allah apabila menyatakan kesanggupannya melakukan sesuatu
atau berjanji kepada orang lain.
1)
Contoh Nabi Syu’aib, dalam firman Allah SWT.
“Berkatalah dia (Syu'aib):
"Sesungguhnya aku bermaksud menikahkan kamu dengan salah seorang dari
kedua anakku ini, atas dasar bahwa kamu bekerja denganku delapan tahun dan jika
kamu cukupkan sepuluh tahun maka itu adalah (suatu kebaikan) dari kamu. Maka
aku tidak hendak memberati kamu. dan kamu insya Allah akan mendapatiku termasuk
orang- orang yang baik". Q.S. Al-Qasas (28): 27
2)
Contoh Menyebut Insya Allah,
Nabi Musa, dalam
firman Allah SWT.
“Musa berkata: "Insya Allah kamu akan mendapati aku sebagai
orang yang sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam sesuatu urusanpun". Q.S.
Al-Kahfi (18): 69
3)
Contoh Menyebut Insya Allah,
Nabi Yusuf,
dalam firman Allah SWT.
“Maka
tatkala mereka masuk ke (tempat) Yusuf: Yusuf merangkul ibu bapanya (Ayah dan
saudara perempuan ibunya/ bibi) dan dia berkata: "Masuklah kamu ke negeri
Mesir, insya Allah dalam keadaan aman". Q.S.
Yusuf (12): 99
4)
Contoh Menyebut Insya Allah,
Umat Yahudi,
dalam firman Allah SWT.
“Mereka
berkata: "Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami, agar Dia menerangkan kepada
kami bagaimana hakikat sapi betina itu, karena sesungguhnya sapi itu (masih)
samar bagi kami dan sesungguhnya kami insya Allah akan mendapat petunjuk (untuk
memperoleh sapi itu)." Q.S. Al-Baqarah (2): 70
Manifestasi
Iman Dalam Kehidupan Masyarakat
Dalam Al-Qur’an banyak
ditemukan ayat-ayat yang menyeru kepada orang-orang yang beriman:
”Yaa ayyuhalladziina aamanuu” yang artinya: Hai
orang-orang yang beriman”.
Secara bahasa (lugawi) Iman
berarti pembenaran hati. Dan secara istilah, Iman berarti; membenarkan dengan
hati, mengikrarkan dengan lisan, dan mengamalkan dengan anggota badan.
Secara umum Iman berarti
percaya. Yakni, percaya kepada Rukun Iman yang enam perkara, sbb:
Jadi, Rukun Iman adalah:
(1) beriman kepada Allah,
(2) beriman kepada malaikat-malaikat-Nya,
(3) beriman kepada kitab-kitab-Nya,
(4) beriman kepada rasul-rasul-Nya, dan
(5) beriman kepada hari akhir, dan
(6) beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk
Selain dalam pengertian
percaya, atau kepercayaan, sebutan ”iman” banyak ditemukan dalam ayat-ayat
Al-Qur’an dan As-Sunnah dengan pengertian yang sama dengan;
- kebajikan (al-birr),
- takwa, dan
- kepatuhan (ad-diin).
(Baca: Ibnu Taimiyah dalam Al-Iman, hal. 162-163).
Dalam pengertian ”kebajikan”
(al-bir) sebagaimana firman Allah SWT dalam Al-qur’an Surah Al-Baqarah (2):
177: “Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan
barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman
kepada Allah, hari Kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan
memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim,
orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang
meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan
menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji,
dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan.
mereka Itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka Itulah orang-orang
yang bertakwa.
Dalam ayat ini sekaligus
menegaskan, keterkaitan dalam pengertian ketakwaan. Sebagaimana ditegaskan,
”mereka itulah orang-orang yang benar imannya, dan mereka itulah orang-oang
yang takwa. Dan sekaligus juga sebagai kepatuhan dalam beragama, yakni
melaksanakan apa yang diperintahkan oleh Allah SWT diantaranya, ada beberapa
kegiatan yang ditegaskan dalam ayat tersebut.
Kebajikan yang kita laksanakan tersebut sebagai iman
adalah;
beriman kepada Allah,
beriman kepada malaikat-malaikat,
beriman kepada kitab-kitab,
beriman kepada nabi-nabi
beriman kepada hari kemudian, dan juga kepada takdir.
Dan iman tersebut termanifestasi dalam amal perbuatan, diantaranya yang
disebutkan dalam ayat ini adalah:
- memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya,
- mendirikan shalat, dan
- menunaikan zakat;
- menepati janjinya apabila ia berjanji, dan
- sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan
Dan
masih banyak lagi amal perbuatan yang yang merupakan menifestasi dari iman
kita, yang diperintahkan atau dianjurkan oleh Allah SWT sebagaimana tercantum
dalam Al-Qur’an maupun yang disunnahkan oleh Rasulullah SAW.
Perbuatan Baik Sebagian Dari Iman
Sungguh banyak perbuatan-perbuatan baik yang merupakan bagian dari iman
sebagaimana yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW.
Dalam hadits shahih yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, dari Anas r.a. mengatakan bahwa Nabi saw.
Bersabda: "Tidak beriman salah seorang di antaramu sehingga ia mencintai
saudaranya seperti ia mencintai dirinya sendiri."
Dalam hadits shahih yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, dari Salim bin Abdullah dari ayahnya,
mengatakan bahwa Rasulullah saw lewat pada seorang Anshar yang sedang memberi
nasihat (dalam riwayat lain: menyalahkan 7/100) saudaranya perihal malu. (Ia
berkata, "Sesungguhnya engkau selalu merasa malu", seakan-akan ia
berkata, "Sesungguhnya malu itu membahayakanmu.")
Lalu, Rasulullah saw. bersabda, "Biarkan dia, karena malu itu
sebagian dari iman."
Dalam hadits
shahih yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, dari Anas r.a. bahwa Nabi saw. bersabda, "Tiga hal
yang apabila terdapat pada diri seseorang maka ia mendapat manisnya iman yaitu
Allah dan Rasul-Nya lebih dicintai olehnya daripada selain keduanya, mencintai
seseorang hanya karena Allah, dan ia benci untuk kembali ke dalam kekafiran
(1/11) sebagaimana bencinya untuk dicampakkan ke dalam neraka."
Oleh karena itu, bagi kita
umat Islam, manifestasi iman sangat penting sekali kita terapkan dalam
kehidupan sehari-hari seperti selalu mengucapkan kalimat insya Allah jika
berjanji/berucap. Agar
kita termasuk orang-orang yang beriman (mukmin), dan termasuk orang-orang yang
bertakwa (muttaqin), sehingga mudah-mudahan masuk sorga bersama Rasulullah SAW.
Dan mudah-mudahan kita istiqamah dalam iman dan Islam.
Penutup
Akhir kalam; Mohon maaf dan mohon ke-relaan-nya kepada
semua pihak, atas hal-hal yang kurang berkenan dan atas partispasinya dalam
penerbitan media ini. Mudah-mudahan Allah SWT mengampuni
semua dosa-dosa kita, kedua orang tua kita dan guru-guru kita serta menerima
semua amal ibadah kita. Amin. Terimakasih.
وَالسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ
وَبَرَكَاتُهُ
Reference
Kementerian Agama RI., 2011, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta,
Dirjen Bimas Islam, Direktorat Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah, PT.
Adhi Aksara Abadi Indonesia.
Kementerian Agama RI., 2012, Al-Qur’an dan Tafsirnya, Jakarta, Dirjen
Bimas Islam, Direktorat Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah, PT. Senergi
Pustaka Indonesia.
Jalaluddin Al-Mahalli, Jalaluddin
As-Sayuti, Penterj: Bahrun Abu Bakar,Lc., 2013, Tafsir Jalain, Bandung, Sinar Baru Algesindo.
Samsul Munir Amin, Drs., MA.,
(Pengantar Said Agil Siradj, Prof. DR. KH. MA.), 2012, Ilmu Tasawuf, Jakarta, Amzah.
Sri Mulyani, DR. Hj., MA., 2010,
Peran Edukasi Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah dengan Referensi Utama Suryalaya,
Jakarta, Kencana Prenada Media Group.
Tim, 2005,
Ensiklopedi Islam, Jakarta, PT. Ichtiar Baru Van Hoeve.
Tim,
Inseklopedi Al-Qur’an-Tematis,
Jakarta, PT. Kharisma Ilmu.
https://www.facebook.com/Alquransebagaipedomanhidupini/posts/472357676139137
Tidak ada komentar:
Posting Komentar