Senin, 10 Juni 2013

MENTAULADANI KARAKTER ”FATHONAH” NABI MUHAMMAD SAW Cerdas Yang Takwa



MENTAULADANI KARAKTER ”FATHONAH”
NABI MUHAMMAD SAW
Cerdas Yang Takwa

Oleh:
 DR. KH. Ahmadi H. Syukran Nafis, MM
                                                                                   

Allah SWT memberikan kecerdasan atau kecerdikan kepada Rasul Allah SWT, sehingga mampu menyampaikan ajaran Islam dengan baik  dan mampu menghadapi berbagai tantangan dan rintangan serta mampu menjelaskan hal-hal yang ditanyakan oleh umat, baik yang percaya maupun yang tidak percaya. Dengan sifat fathonah, kecerdasan, yakni yang cerdik, pintar dan disertai dengan ilmu yang luas, menjadikan umat mudah memahami ajaran yang disampaikan oleh Rasul Allah. Karenanya, mustahil Rasul Allah SWT bersifat bodoh.
Banyak peristiwa yang menunjukkan sifat fathonah Nabi Muhammad SAW, yang menunjukkan kecerdasan Rasulullah SAW, yakni cerdik, pintar dan ilmu yang luas, yang patut kita tauladani, karena kecerdasan yang dimiliki oleh Rasulullah SAW berlandaskan pada ketakwaan kepada Allah SWT.
Dalam Al-qur’an banyak ayat-ayat yang mendorong pentingnya sifat fathonah, yakni dengan menggunakan akal dan kecerdasaanya untuk memikirkan dan merenungkan tentang alam semesta serta kejadian-kejadian yang menimpa umat yang terdahulu.
Dengan mentauladani sifat fathonah Rasulullah SAW, yakni cerdik, pintar dan berilmu pengetahuan yang luas, maka berarti umat akan menjadi berkualitas, dengan  kecerdasan atau kecerdikan, kepintaran dan keilmuan, sehingga menjadi umat yang maju, dengan dilandasi ketakwaan kepada allah SWT.
Dengan demikian berarti, kita perlu meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT dan meningkatkan ilmu pengetahuan kepada umat, baik dalam kehidupan berbangsa, bernegara maupun bermasyarakat dan beragama. Agar tidak akan terjadi kondisi umat yang  miskin, tertinggal, terbelakang, bodoh, sebagaimana yang digambarkan oleh Prof. DR. H. Nurcholis Madjid (alm): “Islam memiliki ajaran yang visioner dan revolusioner, tetapi anehnya kondisi umat saat ini betul-betul sedang dicengkeram oleh gurita kemiskinan dan kebodohan”.


Penting, Terciptanya Generasi Yang Takwa dan Cerdas

Allah SWT dan Rasulullah SAW memberikan peringatan-peringatan kepada umat manusia, pentingnya  menciptakan generasi yang cerdas, dengan kecerdikan, kepintaran dan kailmuan yang luas. Karena Allah SWT telah memberi ilmu kepada umat manusia, dari tidak tahu menjadi tahu, dan Allah SWT memberikan panca indera agar dapat dipergunakan sesuai fungsinya, bukan digunakan untuk kemaksiatan dan kemunkaran serta perbuatan dosa, melainkan agar menjadi umat yang bersyukur kepada Allah SWT., sebagaimana firman Allah SWT:
  
Artinya:
“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam Keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur”. (Q.S. An-Nahl (16): 78).

Ketakwaan Menuntun Kecerdasan

Banyak orang-orang yang cerdas, cerdik, pintar dan berilmu luas, namun kecerdasan dan ketinggian ilmunya itu bukan untuk kemaslahatan umat, bukan untuk kebaikan umat, melainkan untuk membinasakan atau merusak manusia dan alam.
Kecerdasan dan keilmuannya digunakan untuk membuat  senjata, bom, nuklir, akan tetapi digunakan bukan untuk kesejahteraan manusia dan kebaikan alam, melainkan untuk menghancurkan dan memusnahkan manusia dan alam.
Kecerdasan dan keilmuannya digunakan untuk membuat  obat-obatan dan alat-alat kesehatan yang seyogyanya untuk kesehatan dan kesejahteraan manusia, akan tetapi dibuat  untuk menghancurkan dan memusnahkan manusia, dengan beredarnya secara besar-besaran narkoba dan minuman keras. Dan banyak contohnya yang tidak bisa disebut satu persatu, namun sudah diketahui oleh banyak orang, Karena ditayangkan diberbagai media massa baik cetak maupun elektronik.
Oleh karena itu, ketakwaan penting dalam menuntun kecerdasan, kecerdikan, kepintaran dan keilmuan. Karena dengan dasar ketakwaan, Allah SWT akan memberikan petunjuk-Nya atau pertolongan-Nya sehingga dalam melaksanakan amal dalam kehidupan dunia, termasuk dalam menggunakan kecerdasannya, terhindar dari kesalahan-kesalahan, dan kalau pun terjadi kesalahan maka Allah SWT memberikan pengampunan atas dosa-dosanya.

Sebagaimana firman Allah SWT sebagai berikut:
     
Artinya:
“Hai orang-orang beriman, jika kamu bertaqwa kepada Allah, Kami akan memberikan kepadamu Furqaan (petunjuk yang dapat membedakan antara yang haq dan yang batil). Dan Kami akan jauhkan dirimu dari kesalahan-kesalahanmu, dan mengampuni (dosa-dosa)mu. dan Allah mempunyai karunia yang besar. (Q.S. Al-Anfal (8): 29).
Menurut ahli tafsir, kata Allah SWT memberi furqan, maksudnya; Allah SWT member petunjuk yang dapat membedakan antara yang haq dan yang batil, dan dapat juga diartikan dalam arti; sebagai pertolongan Alah SWT.
 
Perlunya Mentauladani Karakter ”Fathonah”, Agar Tidak Menyimpang dalam Menggunakan Kecerdasan; Cerdik, Pintar dan Ilmu

Kita perlu menyiapkan generasi, yang berkarakter, yakni berbudi pekerti baik dan berakhlak mulia, dengan ketauladanan sifat fathonah Nabi Muhammad SAW, dengan mempersiapkan generasi yang cerdas, dengan kecerdikan, kepintaran dan ilmu pengetahuan yang luas, dan dituntun dengan ketakwaan kepada Allah SWT.
Karenanya dalam pembelajaran diperlukan adanya pendidikan agama Islam dan dakwah, untuk menanamkan budi pekerti atau akhlak yang mulia kepada masyarakat dan anak-anak, remaja dan generasi muda serta umat Islam secara keseluruhan.
Sehingga dapat mentauladani sifat-sifat dan akhlak Nabi Muhammad SAW yang mulia, baik melalui pendidikan formal di sekolah dan madrasah, maupun melalui pendidikan non formal seperti majlis taklim dan pengajian-pengajian, serta pendidikan informal, yakni di rumah tangga atau keluarga yang merupakan pendidikan pertama kali dilaksanakan oleh ayah dan ibu serta anggota keluarga lainnya.
Dengan diiringi ketakwaan maka kecerdasan, atau kecerdikan, kepintaran dan berilmu yang luas tersebut bermanfaat bagi umat manusia serta alam semesta. Sehingga berbagai kemajuan yang dihasilkan oleh umat manusia seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kecanggihan dunia informasi dan komunikasi, tidak menghancurkan umat manusia baik dari segi fisik maupun mental spiritual. Disamping tidak menghancurkan umat, tidak mencelakakan umat manusia, juga tidak menghancurkan alam semesta.
Disinilah pentingnya pendidikan agama dan budi pekerti, agar terciptanya generasi kita sekarang dan mendatang menjadi generasi yang berkualitas, dengan memiliki kecerdasan, atau kecerdikan, kepintaran dan ilmu yang luas, dengan dibimbing oleh ketakwaan kepada Allah SWT.



Firman Allah SWT.
Artinya:
“Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat, dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Q.S. Al-Mujadalah (58): 11).







Lapangkanlah Majlis-Majlis Pendidikan dan Pengajaran,
Allah Meninggikan Derajat Orang
Yang Berilmu

Allah SWT memerintahkan kepada umat manusia, agar menjadi orang yang beriman dan berilmu pengetahuan, sehingga menjadi umat yang ditinggikan derajatnya oleh Allah SWT. Menyemarakkan majlis-majlis pendidikan dan pengajaran atau majlis taklim, serta melapangkannya, sebagaimana firman Allah SWT dalam A;-Qur’an Surah Al-Mujadalah (58): 11.
Ternyata apa yang diisyaratkan oleh Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW lima belas abad yang silam, sekarang ini masih relevan dalam pelaksanaan pembelajaran, dengan berbagai macam metode yang dilakukan oleh guru yang mengajar. Misalnya, guru meminta agar melapangkan majlis-majlis pembelajaran, maka kita pun melapangkannya. Kalau disuruh berdiri, maka kita pun berdiri. Metode seperti ini banyak dilakukan oleh pendidik, atau para widyaiswara dalam penataran atau diklat  (pendidikan dan pelatihan). Kalau peserta didik sudah lama duduk, maka diajak untuk berdiri, dan peserta didik diminta melapangkan dengan jarak tertentu dari situasi yang tadinya sempit atau berdempetan menjadi lebih longgar atau lapang. Sehingga suasana pembelajaran menjadi lebih menarik dan memudahkan dalam pemahaman dan penguasaan ilmu yang disampaikan oleh guru.
Dengan kecerdasan, atau kecerdikan, kepintaran dan keilmuan, maka umat dari berbagai lapangan pekerjaan maupun bidang keilmuan, akan berfikir dan bekerja secara cerdas, profesional, sehingga kemajuan dan kemandirian akan tercapai, sebagaimana yang dicontohkan oleh nabi Muhammad SAW sejak sebelum menjadi nabi dan rasul ketika berada di Mekkah di tengah-tengah kaum qurais, sampai masa kerasulan dan hijrahnya Nabi Muhammad SAW ke Madinah, dan kembali ke Mekkah dengan kemajuan dan keberhasilan umat Islam di segala bidang kehidupan.



Pentingnya Belajar Ilmu Tauhid  “Sifat Dua Puluh" (Bag: 2)


KH. Abdurrahman bin Haji Muhammad Ali menjelaskan sifat dua puluh bagi Allah SWT., meliputi dua puluh sifat wajib dan sifat mustahil disertai dengan dalil naqli bersumber dari Al-Qur’an serta satu sifat harus bagi. (Baca: Kitab Kifayatul Mubtadi-in Fii I’tiqaadil Mu’miniin, Hal.6 dst.)

(1)    Wujud artinya ada Allah Ta’ala. Lawannya ‘Adam artnya; tiada. Mustahil Dia tiada ada, wajib Allah Ta’ala ada. Dalilnya: [Allaahulladzi khalaqas samaawaati wal ardha wamaa baina humaa]. Arti: “Allah Ta’ala jua yang telah menjadikan tujuh lapis langit dan tujuh lapis bumi dan barang yang diantara keduanya”.
(2)    Sifat wajib bagi Allah SWT yang kedua adalah Qidam, Qidam artinya sedia Allah Ta’ala. Lawannya huduts artinya baharu. Mustahil Dia baharu. Wajib Allah a’ala sedia. Dalilnya: [ Huwal awwalu wal aakhiru ]. Artinya: “Dia jualah Tuhan yang awal dan tiada berpermulan, dan Dia jua Tuhan yang akhir tiada berkesudahan”.
(3)    Baqa, artinya kekal Allah Ta’ala. Lawannya Fanaa’ artinya binasa. Mustahil Dia binasa. Wajib Allah a’ala kekal. Dalilnya: [wa yabqaa wajhu rabbika dzuul jalaali wal ikraam]. Artinya: “Kekal dzat Tuhan engkau yaa Muhammad yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan”.
(4)    Mukhaalafatuhu Ta’aala Lil hawaadits, artinya bersalahan Allah Ta’ala bagi segala yang bahaaru. Lawannya mumaa tsalatuhu ta’alaa lil hawaaditsi artinya menyamai Allah Ta’ala bagi segala yang baharu. Mustahil Dia menyamai bagi segala yang baharu. Wajib Allah a’ala bersalahan bagi segala yang bahaaru. Dalilnya: [Laisa kamitslihii syai-un]. Artinya: “Tiada seumpamanya Allah Ta’ala oleh sesuatu”.
(5)    Qiyaamuhu Ta’aala Binafsihi, artinya berdiri Allah Ta’ala dengan sendirinya. Lawannya an laa yakuuna qaa-iman bi nafsihi artinya bahwa tiada berdiri Dia dengan sendirinya. Mustahil Dia tiada berdiri dengan sendirinya. Wajib Allah berdiri dengan sendirinya. Dalilnya: [Innallaaha laganiyyun ‘anil ‘aalamiina]. Artinya: “Bahwasanya Allah Ta’ala sesungguhnya kaya dari pada sekalian alam”.
(6)    Wahdaaniyat, artinya Esa Allah Ta’ala. Lawannya ta’addud artinya berbilang-bilang. Mustahil Dia berbilang-bilang. Wajib Allah Ta’ala esa.
Dalilnya: [ Qul huwal laahu ahad ]. Artinya: “Kata olehmu Ya Muhammad, bermula Allah Ta’ala  yaitu esa dzat-Nya dan sifat-Nya dan af’al-Nya (perbuatan-Nya) ”.
(7)    Qudrat, artinya kuasa. Lawannya ‘ajaz artinya lemah. Mustahil Dia lemah. Wajib Allah kuasa. Dalilnya: [Innal laaha ‘alaa kulli syai-in qadiir]. Arti: “Bahwasa Allah Ta’ala  itu kuasa atas tiap-tiap sesuatu”.
(8)    Iraadat, artinya berkehendak Allah Ta’ala. Lawannya karaahah artinya banci. Mustahil Dia banci. Wajib Allah a’ala berkehendak. Dalilnya: [ Fa’ ‘aalun lima yuriid ]. Artinya: “Allah Ta’ala jua yang sangat berbuat bagi segala sesuatu yang dikehendakinya”.
(9)    Ilmu, artinya tahu Allah Ta’ala. Lawannya jahlun artinya bebal. Mustahil Dia bebal (bodoh). Wajib Allah a’ala tahu. Dalilnya: [Wallaahu bikulli syai-in ‘aliim]. Artinya: “Bermula Allah Ta’ala jua yang mengetahui dengan tiap-tiap sesuatu”.
(10)Hayat, artinya hidup Allah Ta’ala. Lawannya mautun artinya mati. Mustahil Dia mati. Wajib Allah a’ala hidup. Dalilnya: [Wa tawakkal ‘alal hayyil ladzi laa yamuutu]. Artinya: “Berpegang olehmu Ya Muhammad atas Tuhan yang hidup yang tiada mati”.
(11)Sama’, artinya mendengar Allah Ta’ala. Lawannya shomam artinya tuli. Mustahil Dia tuli. Wajib Allah a’ala mendengar. Dalilnya:[Laqad sami’allaah]. Arti: “Sesungguhnya telah mendengar oleh Allah Ta’ala”.
(12)Bashar, artinya melihat Allah Ta’ala. Lawannya ‘amaa artinya buta. Mustahil Dia buta. Wajib Allah a’ala melihat. Dalilnya: [ Wallaahu bashiirun bimaa ta’maluun ]. Artinya: “Bermula Allah Ta’ala jua yang amat melihat dengan apa-apa yang kamu perbuat”.
(13)Kalaam, artinya berkata-kata Allah Ta’ala. Lawannya bakam artinya bisu. Mustahil Dia bisu. Wajib Allah a’ala berkata-kata. Dalilnya: [ Wa kallamallaahu muusaa takliiman ]. Artinya: “Telah berkata-kata Allah Ta’ala akan Nabi Musa akan sempurna kata”. Dari 14 sampai 20 atau 7 sifat berikutnya adalah sama dengan nomor 7 sampai 13, dalam arti sifat Yang Maha bagi Allah SWT. Yakni Qaadirun,Muriidun,‘Aalimun,Hayyun,Samii’un,Bashiirun,Mutakallimun.
Dan satu sifat harus, yaitu, [Laa yajibu ‘alaihi ta’aala fi’lu syai-in minal mumkinaat atau tarkuhu]. Artinya: Tiada wajib atas Allah Ta’ala memperbuat sesuatu dari pada sekalian yang mungkin atau meninggalkan dia. Mustahil wajib ia memperbuat yang demikian itu.


والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته


REFERENCE

Abdurrahman bin Haji Muhammad Ali, KH., Kitab Kifayatul Mubtadi-in Fii I’tiqaadil Mu’miniin, Amuntai
Bukhari, Imam, Pengarang Kitab Hadits Shahih, Ringkasan hadts Shahih Imam
Bukhari, Program  Sofyan Efendi (credit goes to him @ http://opi.110mb.com/)
Departemen Agama RI (sekarang Kemenag), 2008,  Al-Qur’an dan Terjemahnya, CV. Ferlia Citra Utama 
Kemenag RI, 2012, Al-Qur’an dan Tafsirnya, Jakarta, Dirjen Bimbingan masyarakat Islam, Direktorat Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah
Tim, 2005, Ensiklopedi Islam, Jakarta, PT. Ichtiar Baru Van Houve 
Tim, 2005, Ensiklopedi Al-Qur’an, Buku 1, Jakarta, PT. Kharisma Ilmu


MENTAULADANI KARAKTER ”SIDDIQ” NABI MUHAMMAD SAW Jujur dan Benar Membawa Sukses



MENTAULADANI KARAKTER ”SIDDIQ”
NABI MUHAMMAD SAW
Jujur dan Benar Membawa Sukses

Oleh:
 DR. KH. Ahmadi H. Syukran Nafis, MM


Nabi Muhammad SAW selalu memberikan penekanan pentingnya berperilaku jujur dan benar, serta mencontohkannya dalam kehidupan beliau, baik sejak kecil dan sebelum diangkat menjadi Rasul, maupun sampai beliau dewasa serta sampai beliau membawa risalah dan berhasil membawa umat dari kegelapan kepada terang benderang.
Rasulullah SAW dalam setiap langkah beliau tidak pernah berdusta, beliau jujur, dan menyampaikan yang benar serta berprilaku benar. Sehingga dalam kehidupan Nabi Muhammad SAW mencapai kesuksesan, yang menjadikan nama beliau harum di mata dunia, tidak saja bagi umat Islam, melainkan juga diakui oleh dunia, yaitu sebagai orang yang menduduki rangking 1 dari 100 orang terkemuka dunia.
Oleh karena itu, bagi kita umat Islam khususnya dengan mentauladani sifat siddiq, yakni jujur dan benar dari Nabi Muhammad SAW akan membawa kesuksesan baik di dunia maupun di akhirat.
Betapa pentingnya perilaku jujur dan benar ini, sehingga Allah SWT mengingatkan kepada orang-orang yang beriman dan bertakwa, agar bersama orang-orang yang jujur dan benar.
Firman Allah SWT.:
 
Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar.” Q.S. At-Taubah ( 9 ) : 119

Dalam ayat ini Allah SWT memberi bimbingan kepada Nabi Muhammad SAW dan umatnya, yakni orang-orang yang beriman, agar menjadi orang yang tetap dalam ketakwaan dan mengharap ridha-Nya, dan hendaklah senantiasa bersama dengan orang-orang yang benar dan jujur, mengikuti ketakwaan, kebenaran dan kejujuran mereka. Dan jangan bergabung kepada kaum munafik, yang selalu menutupi kemunafikan mereka dengan kata-kata dan perbuatan bohong, ditambah lagi dengan sumpah palsu dan alasan-alasan yang tidak benar. (Kemenag, 2007, Al-Qur’an dan Tafsirnya, Jilid 4, Jakarta, Dirjen Bimbingan masyarakat Islam, Direktorat Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah)

Hal ini merupakan tindakan preventif, yakni pencegahan secara dini agar tidak berperilaku tidak jujur, dan tidak bertindak secara tidak benar. Dengan kata lain, agar beperilaku jujur dan benar, dan dalam pergaulan supaya mencari teman orang-orang yang jujur dan benar.
Kalau kita berteman dengan orang-orang yang jujur dan benar; paling tidak kita akan mengikuti perilaku mereka yang jujur dan benar. Bahkan, kalau kita akan melakukan hal-hal yang tidak jujur atau tidak benar, mereka yang tergolong orang-orang yang jujur dan benar tersebut, akan menegur dan mengarahkan kepada perbuatan yang benar.
Sebaliknya, kalau berteman dengan orang yang tidak jujur, pendusta, atau tidak benar dalam tindakan dan perbuatannya, maka sangat berbahaya bagi orang yang berteman dengannya atau menjadi orang dekatnya, tentunya bisa menjadi orang pertama yang menjadi korban perbuatannya yang tidak jujur, korban kebohongannya, korban dari tipu muslihatnya.
Dan yang berbahaya lagi, orang baik yang menjadi temannya, bisa menjadi terfitnah atas perbuatan orang yang tidak jujur, curang dan merugikan orang lain tersebut. Bahkan, bisa jadi, menanggung resiko keuangan karena dianggap oleh orang yang menjadi korban ketidak jujuran, kecurangan, penipuan atau tipu muslihatnya tersebut, sebagai orang dekat yang memberikan jaminan atau kepercayaan kepadanya. Sehingga korban tersebut, meminta ganti kerugian kepada temannya orang yang tidak jujur tersebut.
Oleh karena itu, harus dilakukan upaya-upaya untuk membiasakan karakter, prilaku, atau sifat yang jujur dan benar bagi anak-anak, remaja dan muda-mudi kita, baik di lingkungan keluarga maupun di lingkungan sekolah, madrasah dan pondok pesantren serta masyarakat sekitar.
Sehingga ke depan akan lahir generasi yang bersih, generasi yang jujur dan benar serta generasi yang bebas korupsi, generasi yang berkualitas iman dan ketakwaan (imtak) seiring dengan kualitas ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) yang tinggi.
Bahkan bagi rakyat biasa pun, jujur menjadi hal yang sangat penting diciptakan dan dibiasakan, termasuk pada pedagang, pengusaha atau wiraswasta.
Janji Allah SWT terhadap orang yang berkarakter ”siddiq”

                Tentu ada keistimewaan terhadap orang yang jujur dan benar ini, karenanya Nabi Muhammd SAW menekankan sifat siddiq dan mencontohkannya dalam perilaku, akhlak beliau. Bahkan sejak  kecil dan sebelum diangkat menjadi Rasul, beliau  dalam kesehariannya menunjukkan perilaku jujur dan benar ini, sehingga beliau dijuluki sebagai orang yang dapat dipercaya, yakni ”al amin”.

Mendapat Ampunan, Pahala yang Besar dan Surga

Allah SWT menjanjikan bagi orang yang jujur dan benar akan mendapatkan ampunan dan pahala yang besar, sebagaimana firman Allah SWT. sbb:

Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim (ialah orang-orang yang mengikuti perintah dan larangan pada lahirnya), laki-laki dan perempuan yang mukmin (ialah orang yang membenarkan apa yang harus dibenarkan dengan hatinya), laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, maka Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.” Q.S. Al-Ahzab (33): 35

Dalam ayat ini Allah SWT menunjukkan, bahwasanya, Allah SWT menyiapkan keampunan-Nya dan pahala yang besar dari Allah SWT.  untuk mereka-mereka yang termasuk dalam klasifikasi, kriteria yang telah ditetapkan, yaitu termasuk laki-laki dan perempuan yang beperilaku atau bersifat siddiq, yakni berkarakter jujur dan benar.
Menurut ahli tafsir Kemenag RI, 2012, Al-Qur’an dan Tafsirnya, Jilid 8, Jakarta, Dirjen Bimbingan masyarakat Islam, Direktorat Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah pada ayat ini Allah SWT menjelaskan sifat-sifat hambanya yang akan diampuni segala dosa dan kesalahannya serta dimasukkan ke dalam surga. Sifat-sifat mereka ada 10 macam, sebagaimana tercantum dalam Q.S. Al-Ahzab (33): 35 tsb.
Dalam ayat yang lain, Allah SWT memasukkan orang yang siddiq, yakni jujur dan benar ke dalam kelompok orang-orang yang takwa yang dijanjikan masuk surga dan ke-ridha-an Allah SWT, yang ditegaskan dalam Al-Qur’an Surah Ali Imran (3) Ayat 17.

”(Yaitu) orang-orang yang sabar, yang benar, yang tetap taat, yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah), dan yang memohon ampun di waktu sahur (waktu sebelum fajar menyingsing mendekati subuh.” Q.S. Ali Imran (3): 17

Jujur Menimbulkan Ketenangan

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi, dari Abu Muhammad Al-Hasan bin Ali bin Abu Thalib r.a. berkata: ”Saya menghafal dari Rasulullah SAW: ”Tinggalkanlah apa yang kamu ragukan dan kerjakanlah apa yang tidak kamu ragukan. Sesungguhnya jujur itu menimbulkan ketenangan, dan dusta itu menimbulkan kebimbangan”.
Dengan demikian, apa yang disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW ini menjadi jelas betapa pentingnya kejujuran dalam kehidupan ini, karena dengan kejujuran akan menimbulkan ketenangan. Kalau kita hidup bisa tenang, maka akan terbuka kesempatan untuk meraih kesuksesan dalam kehidupan di dunia ini. Dengan demikian, maka berperilaku jujur dan benar akan membuka kesempatan untuk meraih kesuksesan di dunia maupun di akhirat.

Upaya mentauladani Sifat Siddiq Nabi Muhammad SAW.

Adapun bagaimana caranya kita mentauladani sifat siddiq dari Nabi Muhammad SAW adalah;
·    Pertama, dengan cara mengikuti petunjuk dari Al-Qur’an, yakni mengikuti kebenarannya menurut ketentuan Allah SWT (kebenaran kepada Allah SWT)
·       Kedua, dengan cara mengikuti Sunnah (hadits Nabi Muhammad SAW), dan mentauladani perilaku Nabi Muhammad SAW., sebagaimana yang disampaikan oleh para sahabat dan para ulama serta guru-guru agama, ustadz-ustadzah, baik secara lisan maupun tulisan-tulisan.
·    Ketiga, dengan cara berprilaku jujur atas kemauan sendiri, atas kesadaran dan keikhlasan karena manfaat jujur itu adalah lebih baik untuk dirinya dan mereka yang berada di sekitarnya.

Mudah-mudahan Allah SWT mengampuni semua dosa-dosa kita, dosa kedua orang tua kita, dosa guru-guru kita, dosa isteri/ suami, anak-anak dan cucu-cucu kita, serta menerima semua amal ibadah kita serta memasukkan kita bersama keluarga ke dalam surga dengan tanpa hisab dan memberikan Rahmat dan Ridha-Nya. Amin.

“Dan katakanlah: "Ya Tuhan-ku, masukkanlah aku secara masuk yang benar dan keluarkanlah (pula) aku secara keluar yang benar dan berikanlah kepadaku dari sisi Engkau kekuasaan yang menolong”.
 Q,S, Al-Isra (17): 80





Jujur dan Benar Membawa Sukses


Dengan berperilaku benar ( siddiq ), maka dampak dan manfaatnya akan dapat dirasakan dalam kehidupan ini, baik bagi dirinya maupun orang lain. Karenanya sangat penting menbiasakan sejak dini sifat siddiq, yakni berperilaku jujur dan benar dalam kehidupan keluarga, bermasyarakat, berbangsa, bernegara dan beragama.

Firman Allah SWT:
  
“… Tetapi jikalau mereka benar (imannya) terhadap Allah, niscaya yang demikian itu lebih baik bagi mereka.” Q.S. Muhammad (47): 21

Oleh karena itu, dapat disimpulkan, bahwasanya, bagi kita umat Islam mentauladani sifat siddiq dari Nabi Muhammad SAW sangat penting, dengan membiasakan sejak dini perilaku jujur dan benar, baik bagi diri kita sendiri maupun juga bagi keluarga dan anak-anak, remaja serta muda-mudi kita pada umumnya sebagai generasi penerus yang nantinya akan menjadi pemimpin di masa mendatang, sebagai pemimpin bagi diri sendiri dan pemimpin umat, baik di lingkungan keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Dengan karakter; budi pekerti dan akhlak yang mulia, yang salah satunya sebagaimana sifat siddiq Nabi Muhammad SAW., akan membawa kesuksesan dan kesejahteraan baik di dunia maupun di akhirat.
Di dunia, terbukti dunia kerja dalam bidang apa saja lebih mementingkan sumber daya manusia yang jujur dan benar. Dan di akhirat, orang jujur dan benar mendapat tempat terhormat, yakni keampunan dan pahala yang besar serta dimasukkan ke dalam surga.
Karenanya kita perlu menyiapkan generasi, yang berkarakter, yakni berbudi pekerti baik dan berakhlak mulia, dengan ketauladanan sifat siddiq Nabi Muhammad SAW, dengan mempersiapkan generasi yang jujur dan benar.



Pesan Rasulullah SAW:
Shalat, Jujur, Pemaaf, Silaturrahmi

Rasulullah SAW memberikan penekanan untuk berperilaku jujur kepada para sahabat, sebagaimana dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim sbb.:

Dari Abu Sufyan Shakhr bin Harb. r.a. di dalam hadits yang panjang tentang cerita Heraklius, dimana Heraklius bertanya: ”Apa saja yang diperintahkan oleh Nabi SAW kepada kamu?” Abu Sufyan berkata: ”Nabi SAW bersabda: ”Sembahlah lah Allah Dzat Yang Maha Esa dan jangan kamu menyekutukan apapun dengan-Nya, tinggalkanlah ajaran-ajaran nenek moyangmu, serta beliau menyuruh kami untuk melaksanakan shalat, jujur, pemaaf dan menghubungkan sanak kerabat”. (Hadits shahih ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim, sebagaimana juga dikemukakan oleh Imam Abu Zakaria, Yahya bin Syaraf An-Nawawy dalam Kitab Riyadush Sholikhin, Jilid 1, bab tentang Jujur, hadits No. 3).



Jujur dan berterus terang,
Penjual dan Pembeli Mendapat Berkah

Dalam sebuah hadits shahih yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim sbb.;

Dari Abu Khalid Hakim bin Hizam r.a (ia masuk Islam sewaktu penaklukan Mekkah, sedangkan ayahnya termasuk tokoh Quraisy baik pada zaman jahiliyah maupun setelah masuk Islam), ia berkata: Rasulullah SAW. bersabda: ”dua orang yang berjual beli itu haruslah  bebas memilih sebelum mereka berpisah. Apabila keduanya jujur dan berterus terang di dalam berjual beli itu, maka keduanya akan mendapatkan berkah, tetapi keduanya mnyembunyikan dan dusta maka jual belinya itu tidak akan membawa keberkahan”. (Hadits shahih ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim, sebagaimana juga dikemukakan oleh Imam Abu Zakaria, Yahya bin Syaraf An-Nawawy dalam Kitab Riyadush Sholikhin, Jilid 1, bab tentang Jujur, hadits No.6).



Pentingnya Belajar Ilmu Tauhid
“Sifat Dua Puluh" (Bagian: 1)


Pada pembahasan ini, kita membicarakan tentang pentingnya umat Islam belajar Tauhid “Sifat Dua Puluh bagi Allah SWT”, sebagai ilmu dasar dalam agama Islam yang wajib kita ketahui, yang wajib kita pelajari, bahkan diusahakan untuk dihafalkan.
Untuk lebih memantapkan keimanan kepada Allah SWT., maka mempelajari Ilmu Tauhid “Sifat Dua Puluh bagi Allah SWT” adalah sangat penting atas setiap umat Islam, agar dapat mengenal Allah SWT., dengan mengenal sifat-sifat-Nya yang wajib. Sebagaimana hadits Nabi Muhammad SAW. sbb:


Rasulullah SAW bersabda : “Awwalud diini ma’rifatullaahi.
Artinya: “Permulaan agama itu adalah mengenal Allah SWT.

Dengan mempelajari Ilmu Tauhid Sifat Dua Puluh bagi Allah SWT maka kita akan dapat mengenal Allah SWT., dengan mengenal sifat-sifat-Nya, sehingga dapat membentengi diri umat Islam dari segala macam bentuk perbuatan syirik atau menganggap ada Tuhan selain Allah SWT, atau bahkan menganggap tuhan tidak ada.
Maka paham-paham seperti itu jelas salah, kalau ada aliran-aliran seperti itu jelas tidak benar, dan harus ditentang oleh umat Islam. Karena bertentangan dengan sifat wajib bagi Allah SWT.
Dalam Ilmu Tauhid Sifat Dua Puluh bagi Allah SWT bahwa, sifat wajib Tuhan Allah SWT adalah ada (wujud), mustahil Tuhan Allah tidak ada.
Demikian pula, sifat wajib bagi Tuhan Allah SWT adalah esa (wahdaaniyat), maka mustahil Tuhan Allah SWT berbilang-bilang (ta’addud), dan mustahil ada tuhan lain selain Tuhan Allah SWT.





Banyak ayat-ayat Al-Qur’an yang memerintahkan kepada kita untuk memantapkan tauhid kepada Allah SWT, yakni mengesakan Allah SWT. Keesaan dzat Allah SWT ditegaskan dalam sifat ketuhanan, Tidak Ada tuhan selain Allah SWT. Sebagaimana firman Allah SWT.:
  
“ Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia yang hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur…”
Q.S. Al-Baqarah (2): 255 (Ayat Kursi)


والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته


REFERENCE
Bukhari, Imam, Pengarang Kitab Hadits Shahih, Ringkasan hadts Shahih Imam
Bukhari, Program  Sofyan Efendi (credit goes to him @ http://opi.110mb.com/)
Departemen Agama RI (sekarang Kemenag), 2008,  Al-Qur’an dan Terjemahnya, CV. Ferlia Citra Utama
Departemen Agama RI (sekarang Kemenag), 2007, Al-Qur’an dan Tafsirnya, Jilid 4, Jakarta, Dirjen Bimbingan masyarakat Islam, Direktorat Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah
Kemenag RI, 2012, Al-Qur’an dan Tafsirnya, Jilid 8, Jakarta, Dirjen Bimbingan masyarakat Islam, Direktorat Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah 
Tim, 2005, Ensiklopedi Islam, Jakarta, PT. Ichtiar Baru Van Houve
Tim, 2005, Ensiklopedi Al-Qur’an, Buku 1, Jakarta, PT. Kharisma Ilmu