Senin, 19 Januari 2015

MENGISI TAHUN BARU ISLAM DAN MELESTARIKAN HAJI MABRUR



MEDIA DAKWAH DAN
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
“AMANU





MENGISI TAHUN BARU ISLAM DAN
MELESTARIKAN HAJI MABRUR
BINA DAN JALIN  PERSAUDARAAN DAN
KERUKUNAN






OLEH:
 DR. KH. AHMADI H. SYUKRAN NAFIS, MM



Mengisi Tahun Baru Islam dan Melestarikan Haji Mabrur

Momentum tahun baru Islam, bulan Muharram 1436 Hijriyah, menjadikan umat Islam melakukan introspeksi dan perbaikan diri, yakni dengan memperbanyak istigfar dan bertobat atas perbuatn dosa dan maksiat yang pernah dilakukan, dan memantapkan akidah, iman kepada Allah SWT dan Rasul-Nya serta memperbagus ke-Islaman, dan meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah SWT.
Sebelum bulan Muharram ini, baru saja kita melewati bulan Dzulhijjah, yakni dimana umat Islam sedunia melaksanakan ibadah haji. Dan saat ini, bertepatan pula dengan baru tibanya jemaah haji kita, khususnya jamaah dari Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan, dan jamaah haji Indonesia pada umumnya, maka diharapkan dapat menjadi haji yang mabrur, dan dapat pula melestarikan haji mabrurnya, baik bagi dirinya maupun keluarganya dan kita semua yang pernah menyelenggarakan ibadah haji.

Dalam mengisi tahun baru Islam, atau tahun baru hijriyah ini, dapat dilakukan dengan hal-hal yang positif, kegiatan-kegiatan yang bernilai ibadah dan amal shaleh, serta berbagai perbuatan baik yang merupakan pelestarian haji mabrur bagi yang baru menyelesaikan ibadah haji, dengan akhlak dan budi pekerti yang mulia, yang telah dipraktikkan selama menjalankan ibadah haji.
Sebaliknya, hendaknya meninggalkan perbuatan yang tidak baik, maksiat dan dosa, meski sekecil apapun nilai kejelekannya, seperti meninggalkan perkataan kotor, perkataan yang tidak senonoh (rafatsa), meninggalkan perbuatan fasik (fusuuq), dan meninggalkan perbuatan berbantah-bantahan (jidal).

Firman Allah SWT dalam al-Qur’an;
kptø:$# ֍ßgô©r& ×M»tBqè=÷è¨B 4 `yJsù uÚtsù  ÆÎgŠÏù ¢kptø:$# Ÿxsù y]sùu Ÿwur šXqÝ¡èù Ÿwur tA#yÅ_ Îû Ædkysø9$# 3 $tBur (#qè=yèøÿs? ô`ÏB 9Žöyz çmôJn=÷ètƒ ª!$# 3 (#rߊ¨rts?ur  cÎ*sù uŽöyz ÏŠ#¨9$# 3uqø)­G9$# 4 Èbqà)¨?$#ur Í<'ré'¯»tƒ É=»t6ø9F{$# ÇÊÒÐÈ  
Artinya:
“(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi (Syawal, Zulkaidah dan Zulhijjah), barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats (artinya mengeluarkan perkataan kotor, yang menimbulkan berahi yang tidak senonoh), berbuat fasik dan berbantah-bantahan (jidal) di dalam masa mengerjakan haji. dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal.” Q.S. Al-Baqarah (2): 197.

Dalam mengisi  tahun baru Islam ini, hendaknya dalam keseharian kita diisi dengan perbuatan-perbuatan baik, karena perbuatan baik apa saja yang kita lakukan, maka Allah SWT mengetahuinya, dan tentunya mendapat ganjaran pahala dari Allah SWT., sebagai manifestasi dari ketakwaan kita kepada Allah SWT. karena sebaik-baik bekal bagi kita untuk hari akhirat nantinya adalah berbekal takwa. Termasuk dalam kaitan bekal ini, bagi jamaah haji agar membawa bekal yang cukup, dari rizki yang halal, bekal yang dibawa adalah barang-barang yang halal, bukan barang-barang yang haram.

}§øŠs9 öNà6øn=tã îy$oYã_ br& (#qäótGö;s? WxôÒsù `ÏiB öNà6În/§ 4 !#sŒÎ*sù OçFôÒsùr& ïÆÏiB ;M»sùttã (#rãà2øŒ$$sù ©!$# yYÏã ̍yèô±yJø9$# ÏQ#tysø9$# ( çnrãà2øŒ$#ur $yJx. öNà61yyd bÎ)ur OçFZà2 `ÏiB ¾Ï&Î#ö7s% z`ÏJs9 tû,Îk!!$žÒ9$#
Artinya:
“Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezki hasil perniagaan) dari Tuhanmu. Maka apabila kamu telah bertolak dari 'Arafat, berdzikirlah kepada Allah di Masy'arilharam (Ialah bukit Quzah di Muzdalifah), dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah sebagaimana yang ditunjukkan-Nya kepadamu; dan sesungguhnya kamu sebelum itu benar-benar termasuk orang-orang yang sesat.” Q.S. Al-Baqarah (2): 198

¢OèO (#qàÒÏùr& ô`ÏB ß]øym uÚ$sùr& â¨$¨Y9$# (#rãÏÿøótGó$#ur ©!$# 4 žcÎ) ©!$# Öqàÿxî ÒOÏm§ ÇÊÒÒÈ  

Artinya:
“Kemudian bertolaklah kamu dari tempat bertolaknya orang-orang banyak ('Arafah) dan mohonlah ampun kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” Q.S. Al-Baqarah (2): 199

Umat Islam yang melaksanakan ibadah haji ketika berada di Arafah, dianjurkan memperbanyak do’a, mohon keampunan kepada Allah SWT.
Oleh karena itu, orang yang baru kembali dari menunaikan ibadah haji, dosa-dosanya telah diampuni oleh Allah SWT., karena perjuangannya melaksanakan rukun dan wajib haji serta memenuhi ketentuan manasik haji, dengan penuh keikhlasan dan hanya mengharap ridha Allah SWT.

Pengertian dan Ciri-ciri Haji Mabrur

Istilah Haji Mabrur sudah sangat sering kita dengar, seperti ucapan seseorang: "Semoga menjadi haji Mabrur." atau "Insyaallah anda menjadi Haji Mabrur." Apakah arti dan maksud Haji Mabrur itu ?
Berikut ini beberapa pengertian "Mabrur" menurut para ulama

  • Istilah "haji mabrur" sendiri, menurut sebagian ulama berasal dari kata al-birr  (kebaikan)
لَّيۡسَ ٱلۡبِرَّ أَن تُوَلُّواْ وُجُوهَكُمۡ قِبَلَ ٱلۡمَشۡرِقِ وَٱلۡمَغۡرِبِ
Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan,...  (Q.S.Al-Baqarah :177) 
  • Haji mabrur adalah haji yang dilakukan oleh orang yang memiliki hubungan baik dengan Allah dan lingkungan sekitarnya.
  • Nama Mabrur artinya adalah Diberkati; Berbuat Kebajikan
  • Dalam kitab Fathul Baarii, Syarah Bukhari-Muslim menjelaskan: “Haji mabrur adalah haji yang maqbul yakni haji yang diterima oleh Allah swt..”
  • Imam Nawawi dalam syarah Muslim: “Haji mabrur itu ialah haji yang tidak dikotori oleh dosa, atau haji yang diterima Allah swt., yang tidak ada riya, tidak ada sum’ah tidak rafats dan tidak fusuq.
  • Abu Bakar Jabir al Jazaari dalam kitab, Minhajul Muslimin mengungkapkan bahwa: “Haji mabrur itu ialah haji yang bersih dari segala dosa, penuh dengan amal shaleh dan kebajikan-kebajikan.” 
  • Dalam Kitab Lisan al-Arab, mabrur dapat berarti baik, suci, dan bersih dan juga berarti maqbul atau diterima. Dalam pengertian pertama, haji mabrur adalah haji yang dilaksanakan dengan baik, tidak melakukan hal-hal yang dilarang seperti berkata kotor, berbuat fasik atau mengganggu orang lain, menggunakan harta yang halal untuk ongkos dan biaya perjalanan ibadah.Dalam arti yang kedua, mabrur berarti maqbul atau diterima.
Adapun beberapa ciri-ciri atau tanda-tanda orang yang mendapatkan haji mabrur menurut ulama diantaranya terlihat dalam amal perbuatannya setelah melaksanakan ibadah haji lebih baik dari pada ketika sebelum melaksanakan ibadah haji.
Amal perbuatan lebih baik, maksudnya adalah lebih banyak mengutamakan amal perbuatan yang diperintahkan oleh Allah SWT, dan lebih sering meninggalkan hal-hal yang dilarang dalam agama.
Selain itu, ulama memberikan ciri haji mabrur lainnya sebagaimana yang ditegaskan oleh Nabi Muhammad SAW., yaitu;
(1)    Ith’aamuth tho’aam, yaitu memberi makan atau peduli pada pengentasan kemiskinan dan masalah sosial kemasyarakatan
(2)    Ifsyaa-us salam, yaitu menebarkan salam dan kedamaian
(3)    Thoyyibul kalam, yaitu bijak dalam biacara, santun dalam berbuat dan baik dalam bersikap

Dalam sebuah hadits shahih riwayat Imam Bukhari, dari Abu Hurairah r.a. mengatakan bahwa Rasulullah saw. ditanya: "Apakah amal yang paling utama?" Beliau menjawab, "Iman kepada Allah dan Rasul-Nya." Ditanyakan lagi, "Kemudian apa?" Beliau menjawab, "Jihad (berjuang) di jalan Allah." Ditanyakan lagi, "Kemudian apa?" Beliau menjawab, "Haji yang mabrur."
Selain itu, dalam keutamaan pelaksanaan ibadah haji, Rasulullah SAW menegaskan bahwasanya jihad yang paling utama adalah haji mabrur.
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, dari St. Aisyah r.a. berkata: “Kami berpendapat bahwa jihad adalah amal yang paling utama, apakah kami tidak boleh berjihad? Rasulullah SAW menjelaskan: jihad yang paling utama bagi wanita adalah haji mabrur”.
Bagi yang melaksanakan ibadah haji dengan semata-mata karena Allah SWT., maka diampuni segala dosa-dosanya, dan bahkan baginya diterima do’a nya untuk orang lain. Allah SWT mengabulkan segala do’a yang dipanjatkannya untuk orang lain.
Dalam sebuah hadits sahih riwayat Bukhari dan Muslim bahwasanya Rasulullah SAW bersabda:
مَنْ حَجَّ لِلَّهِ فَلَمْ يَرْفُثْ وَلَمْ يَفْسُقْ رَجَعَ كَيَوْمِ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ

Artinya :
“Siapa yang berhaji ke Ka’bah lalu tidak berkata-kata seronok dan tidak berbuat kefasikan maka dia pulang ke negerinya sebagaimana ketika dilahirkan oleh ibunya.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Dengan demikian, momentum tahun baru Islam yang beriringan dengan kedatangan jamaah yang baru selesai menunaikan ibadah haji, maka dapat diisi dengan berbagai kegiatan positif, sebagaimana yang dilakukan dalam perjalanan menunaikan ibadah haji, seperti shalat berjamaah, memperbanyak melaksanakan ibadah-ibadah sunat, memperbanyak membaca Al-Qur’an, dzikir dan salawat, serta memperbanyak ber-sadakah.

Firman Allah SWT.:
¨bÎ) no£Ïã Íqåk9$# yZÏã «!$# $oYøO$# uŽ|³tã #\öky­ Îû É=»tFÅ2 «!$# tPöqtƒ t,n=y{ ÏNºuq»yJ¡¡9$# šßöF{$#ur !$pk÷]ÏB îpyèt/ör& ×Pããm 4 šÏ9ºsŒ ßûïÏe$!$# ãNÍhŠs)ø9$# 4 Ÿxsù (#qßJÎ=ôàs? £`ÍkŽÏù öNà6|¡àÿRr& 4 (#qè=ÏG»s%ur šúüÅ2ÎŽô³ßJø9$# Zp©ù!%x. $yJŸ2 öNä3tRqè=ÏG»s)ムZp©ù!$Ÿ2 4 (#þqßJn=÷æ$#ur ¨br& ©!$# yìtB tûüÉ)­GãKø9$# ÇÌÏÈ  
Artinya:
“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram [*]. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri [**] kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa.” Q.S. At-Taubah (9): 36

[*] Maksudnya antara lain ialah: bulan haram (bulan Zulkaidah, Zulhijjah, Muharram dan Rajab), tanah haram (Mekah) dan ihram.
[**] Maksudnya janganlah kamu menganiaya dirimu dengan mengerjakan perbuatan yang dilarang, seperti melanggar kehormatan bulan itu dengan mengadakan peperangan.
Hadits Tentang Haji Mabrur
Predikat haji mabrur seperti halnya pahala, hanya Allah swt.yang tahu. Tak ada sertifikat tertulis yang dapat ditunjukkan sebagai bukti keberhasilan meraih “haji mabrur” seperti secarik kertas ijazah pada lembaga-lembaga pendidikan. Namun Informasi dari sumber-sumber agama Islam telah menyebut beberapa indikator kemabruran ibadah haji seseorang.
Dalam sebuah hadisnya  Rasulullah Saw bersabada: “dari Jabir r.a., dari Nabi Muhammad Saw berkata, “haji yang mabrur tiada balasannya kecuali surga”. Lalu beliau ditanya, “apa tanda kemabrurannya ya Rasul?” Rasul bersabda, “memberi makan orang yang kelaparan, dan tutur kata yang santun”. (HR. Ahmad dan Thabraniy, dan lainnya).
Imam Nawawi dalam kitabnya “al-Idhah fi Manasik al-hajj wal Umrah” menegaskan: Haji yang mabrur adalah yang mengantarkan pelakunya kepada perubahan kehidupan yang lebih baik dari sebelumnya. (terutama peningkatan ibadah).



Mengisi Tahun Baru Islam

Dalam mengisi tahun baru Islam ini, hendaknya dalam keseharian kita diisi dengan perbuatan-perbuatan baik, karena perbuatan baik apa saja yang kita lakukan, maka Allah SWT mengetahuinya, dan tentunya mendapat ganjaran pahala dari Allah SWT., sebagai manifestasi dari ketakwaan kita kepada Allah SWT., karena sebaik-baik bekal bagi kita untuk hari akhirat nantinya adalah berbekal takwa.



Firman Allah SWT:
$tBur (#qè=yèøÿs? ô`ÏB 9Žöyz çmôJn=÷ètƒ ª!$# 3 (#rߊ¨rts?ur  cÎ*sù uŽöyz ÏŠ#¨9$# 3uqø)­G9$# 4 Èbqà)¨?$#ur Í<'ré'¯»tƒ É=»t6ø9F{$# ÇÊÒÐÈ  
Artinya:
“…Dan apa saja yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa, dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal.” Q.S. Al-Baqarah (2): 197

Tahun baru Islam, yakni tahun hijriyah adalah merupakan titik awal penanggalan kalender Islam yang mengambil momentum hijrahnya Nabi Muhammad SAW dari Mekkah ke Madinah.
Sahabat Umar bin Khattab r.a. ketika menjabat sebagai khalifah menetapkan sistem kalender Islam yang baru pertama kali diberlakukan untuk seluruh dunia Islam.
Ketika di Madinah, meskipun umat Islam berkuasa, namun langkah awal yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW adalah membangun kerukunan umat beragama, dengan menciptakan dan memelihara kerukunan umat beragama, baik sesama umat Islam antara kaum muhajirin (pendatang) dan kaum anshar (penduduk asli madinah), maupun antara umat Islam (muslim) dengan non muslim dengan adanya perjanjian damai dan hidup rukun, yang disebut Piagam Madinah.
Kondisi obyektif umat saat ini, kita lihat dalam pemberitaan-pemberitaan betapa lemahnya kerukunan umat, dari keluarga, masyarakat dan umat beragama, bahkan pada tingkatan elit, menunjukkan adanya ketidak rukunan, pertikaian, perpecahan, yang pada akhirnya mengakibatkan bencana di mana-mana. Alhamdulillah hal tersebut tidak terjadi di Banjarmasin khususnya dan Kalsel pada umumnya.



Membina Persaudaraan Dengan Kerukunan Umat Beragama

Dalam pengertian dari segi bahasa, kata kerukunan berasal dari kata rukun berasal dari bahasa Arab, ruknun (rukun) jamaknya arkan berarti asas atau dasar, misalnya rukun Islam, asas Islam atau dasar agama Islam.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, arti rukun adalah sebagai berikut:
  1. Rukun (n-nomina) :
(1)    Sesuatu yang harus dipenuhi untuk sahnya pekerjaan, seperti : tidak sah sembahyang yang tidak cukup syarat dan rukunnya;
(2)    asas, berarti : dasar, sendi : semuanya terlaksana dengan baik, tidak menyimpang dari rukunnya; rukun Islam : tiang utama dalam agama Islam, rukun iman : dasar kepercayaan dalam agama Islam.
2         Rukun (a-ajektiva) berarti:
(1)    baik dan damai. tidak bertentangan : kita hendaknya hidup rukun dengan tetangga; (2)
(2)    bersatu hati, bersepakat : penduduk kampung itu rukun sekali.
3         Merukunkan berarti :
(1) mendamaikan;
(2) menjadikan bersatu hati.
4         Kerukunan berarti:
(1)    Perihal hidup rukun;
(2)    rasa rukun; kesepakatan : kerukunan hidup bersama.
5         Kata rukun (n) berarti perkumpulan yang berdasar tolong-menolong dan persahabatan; seperti:
·         rukun tani : perkumpulan kaum tani;
·         rukun tetangga; perkumpulan antara orang-orang yang bertetangga;
·         rukun warga atau rukun kampung perkumpulan antara kampung-kampung yang berdekatan (bertetangga, dalam suatu kelurahan atau desa).
Dengan demikian, Kerukunan Hidup Umat Beragama, berarti perihal hidup rukun yaitu hidup dalam suasana baik dan damai, tidak bertengkar; bersatu hati dan bersepakat antar umat yang berbeda-beda agamanya; atau antara umat dalam satu agama.
Dalam terminologi yang digunakan oleh Pemerintah secara resmi, konsep kerukunan hidup beragama mencakup 3 kerukunan. yaitu : kerukunan intern umat beragama, kerukunan antar umat yang berbeda-beda agama, dan kerukunan antara (pemuka) umat beragama dengan Pemerintah. Tiga kerukunan tersebut biasa disebut dengan istilah "Tri Kerukunan ".
Oleh karena itu, saat ini kita rasakan pentingnya atau perlunya kita menciptakan dan memelihara kondisi damai dan tenteram, dengan menciptakan dan memelihara kerukunan umat beragama, yang harus diusahakan, dengan direncanakan dan diprogramkan serta dilakukan dengan sungguh-sunggguh. Karena tuhan tidak akan merubah suatu kaum, kecuali suatu kaum itu merubah kondisi dan keadaan mereka menjadi lebih baik.

Allah SWT berfirman: dalam Al-Qur’an, Surah Ar-Ra’d (13)  Ayat 11:
3 žcÎ) ©!$# Ÿw çŽÉitóム$tB BQöqs)Î/ 4Ó®Lym (#rçŽÉitóム$tB öNÍkŦàÿRr'Î/ ÇÊÊÈ  
”... Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri”
Dengan demikian, kalau kita  ingin tahun baru 1436 hijriyah ini kita dapat berubah menjadi baik, maka harus diusahakan untuk terjadinya perubahan menjadi baik. Jangan menyandarkan kelemahan kita kepada Tuhan.
Harapan kita tahun ini lebih baik dari tahun yang lewat, dan tahun yang akan datang lebih baik dari tahun ini.
Dengan memperingati pergantian tahun baru Islam ini, kita menginsafi pentingnya introspeksi diri, dengan menimbang-nimbang kekurangan amal ibadah kita kepada Allah SWT (hablun minallah), pada tahun yang lalu, dan berniat untuk memperbaikinya di tahun baru 1436 Hijriyah ini dan ditahun yang akan datang. Demikian pula, kita melakukan introspeksi bagaimana amal ibadah kita dalam hubungan persaudaraan dan kerukunan umat beragama (hablun minannas) pada tahun lalu, dan berupaya untuk meningkatkan kepada yang lebih baik pada tahun ini dan yang akan datang.
Sehingga anugerah dan karunia Allah SWT berupa usia atau umur yang panjang,  dapat diiringi pula dengan peningkatan keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah SWT., peningkatan amal ibadah kita serta persaudaraan dan kerukunan umat, baik umat dalam intern sama agama, khususnya bagi umat Islam tercipta dan terpeliharanya ukhuwah Islamiyah, maupun antar umat beragama, dan  umat beragama dengan pemerintah.

                Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh imam Ahmad, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda;
Yang Artinya :
“Sebaik-baik manusia adalah yang panjang umurnya serta baik amal perbuatannya”. (HR.Tirmidzi)

Inilah pentingnya, makna Tahun Baru Islam, kerukunan umat beragama, sebagaimana sejarah perjuangan Nabi Muhammad SAW dalam peristiwa hijrahnya Nabi SAW bersama para sahabat dari Mekkah ke Madinah, dengan membangun dan menciptakan kerukunan bagi umat Islam (muslim) dan non muslim.
Oleh karena itu, tahun baru Islam, 1436 Hijriyah, bagi umat Islam adalah tahun peningkatan iman dan takwa, dan sekaligus merupakan tahun peningkatan ukhuwah Islamiyah, persaudaraan muslim, dan kerukunan umat beragama, agar tercipta kedamaian dan ketentraman dalam kehidupan, khususnya masyarakat Indonesia yang multy cultural, berbeda latar belakang ras, suku, golongan dan agama, meski mayoritas penduduk Indonesia adalah beragama Islam.

Kesimpulan

Dari penjelasan-penjelasan dalam pembahasan tersebut di atas, kiranya dapat disimpulkan beberapa kesimpulan yaitu; didalam mengisi tahun baru hijriah ini selayaknya, kita sebagai muslim yang taat, mengintrospeksi diri dengan semua apa-apa yang telah kita perbuat dan memilih semua bentuk amalan yang baik untuk tetap kita pertahankan dan kita tingkatkan porsi amalan yang baik untuk kita kerjakan, seperti memelihara dan persaudaraan dan kerukunan umat beragama. Kemudian  meninggalakan semua perbuatan yang tidak bermanfaat, baik untuk diri kita ataupun orang sekitar kita.

Dan juga dapat kita ketahui bahwa terdapat beberapa indakator haji mabrur itu, yaitu dengan ditandai Tumbuhnya kepedulian sosial yang tinggi,Tutur kata yang santun. Peningkatan gairah beribadah sekembalinya dari tanah suci.


Penutup

Akhir kalam; Mohon maaf dan mohon ke-relaan-nya kepada semua pihak, atas hal-hal yang kurang berkenan dan atas partispasinya dalam penerbitan media ini. Mudah-mudahan Allah SWT mengampuni semua dosa-dosa kita, kedua orang tua kita dan guru-guru kita serta menerima semua amal ibadah kita. Amin. Terimakasih.

وَالسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ



REFERENCE

Kemenag RI, 2012, Al-Qur’an dan Tafsirnya, Jilid 8, Jakarta,
Kemenag RI., 2012, Tuntunan Praktis Manasik Haji dan
Umrah, Jakarta, Direktorat Jenderal Penyelenggaraan
Haji dan Umrah.
Kemenag RI., 2012, Do’a, Dzikir dan Tanya Jawab Manasik Haji
dan Umrah, Jakarta, Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji
dan Umrah.
Bukhari, Imam, Pengarang Kitab Hadits Shahih, Ringkasan hadts Shahih Imam.
Bukhari, Program  Sofyan Efendi (credit goes to him @ http://opi.110mb.com/).
Departemen Agama RI (sekarang Kemenag), 2008,  Al-Qur’an
dan Terjemahnya, CV. Ferlia Citra Utama.
Departemen Agama RI (sekarang Kemenag), 2007, Al-Qur’an
dan Tafsirnya, Jilid 4, Jakarta, Dirjen Bimbingan masyarakat
Islam, Direktorat Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah.
Tim, 2005, Ensiklopedi Islam, Jakarta, PT. Ichtiar Baru Van Houve.
Tim, 2005, Ensiklopedi Al-Qur’an, Buku 1, Jakarta, PT. Kharisma Ilmu.
http://www.jadipintar.com/2013/09/Pengertian-Haji-Mabrur-Ciri-Ciri-dan-Indikator-Orang-Yang-Mendapatkannya.html
http://www.pesantrenvirtual.com/index.php?option=com_content&task=view&id=952&Itemid=11