Sabtu, 18 Oktober 2014

GEMAKAN AL-QUR’AN-SHALAT-DZIKIR DAN SHALAWAT

MEDIA DAKWAH DAN
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
“AMANU“





GEMAKAN
AL-QUR’AN-SHALAT-DZIKIR
DAN SHALAWAT

Wujud Cinta Kepada Allah SWT & Rasullulah SAW




OLEH:
 DR. KH. AHMADI H. SYUKRAN NAFIS, MM

Pendahuluan.

Yang Mulia; Para Alim Ulama, umara, guru-guru agama, ustadz- ustadzah,bapak-bapak, Ibu-ibu, saudara-saudaraku, anak-anaknda, cucu-cucunda; para santri, pelajar, mahasiswa dan generasi muda serta muslimin dan muslimat yang berbahagia.
Pertama-tama marilah kita panjatkan puji dan syukur ke hadhirat Allah SWT. yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada kita sekalian.
Salawat dan salam semoga dilimpahkan kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW, beserta para sahabat, keluarga beliau, dan pengikut beliau hingga akhir zaman. Mudah-mudahan Allah SWT memberikan ketetapan iman dan takwa kita kepada Allah SWT. Dan sebagai bukti kita ber-iman dan bertakwa adalah dengan melaksanakan perintah Allah SWT  dan  Rasul-Nya, serta menjauhi larangan-Nya.
Sebagai hamba Allah SWT. dan umat Nabi Muhammad SAW hendaknya kita selalu mentaati perintah Allah dan Rasul-Nya, diantara perintah dan anjuran agama kita  adalah menggemakan Al-Qur’an, Shalat, dzikir dan shalawat.
Dengan menggemakan Al-Qur’an, shalat, dzikir dan salawat,  kita harapkan akan hadirnya ketenangan jiwa, baik pada diri pribadi maupun ketenangan dalam masyarakat luas, sehingga dengan demikian tidak terjadi perpecahan atau saling menyalahkan baik perorangan atau secara golongan. Para  guru-guru agama di Madrasah, ustadz-ustadzah hendaklah menjadi pelopor untuk memupuk dan membentuk pribadi para murid yang berbudi pekerti mulia dengan membiasakan agar selalu menggemakan Al-Qur’an, shalat, dzikir dan salawat.
Syair Gemakan Al-Qur-an Shalat Dzikir Dan Salawat
(Ciptaan: Ust. H. Ahmadi H. Syukran Nafis)

Al-Qur’an Shalat Dzikir Salawat, Al-Qur’an Shalat Dzikir Salawat
Al-Qur’an Shalat Dzikir Salawat, Al-Qur’an Shalat Dzikir Salawat

Baca al-qur’an di dalam shalat
Baca al-qur’an di luar shalat
Mendengar pun mendapat rahmat
Hafal al-qur’an bawa safaat

Al-Qur’an Shalat Dzikir Salawat, Al-Qur’an Shalat Dzikir Salawat
Al-Qur’an Shalat Dzikir Salawat, Al-Qur’an Shalat Dzikir Salawat

Ikhlas dan taat kita perbuat
Jujur dan Syukur  kita perkuat
Kepada Tuhan menjadi dekat
Kepada Rasul mohon safaat

Al-Qur’an Shalat Dzikir Salawat, Al-Qur’an Shalat Dzikir Salawat
Al-Qur’an Shalat Dzikir Salawat, Al-Qur’an Shalat Dzikir Salawat

Mohon ampunan hindari maksiat
Tinggalkan dosa hindari munkarat
Berbuat baik setiap saat
Jalan yang lurus jangan tersesat

Al-Qur’an Shalat Dzikir Salawat, Al-Qur’an Shalat Dzikir Salawat
Al-Qur’an Shalat Dzikir Salawat, Al-Qur’an Shalat Dzikir Salawat

Gemakan  Al-Quran, Shalat, Dzikir, Dan Salawat

Firman Allah SWT dalam Al-Qur’an Surah Al- Ankabut, ayat 45:

Artinya:
Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, Yaitu Al kitab (Al Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. dan Sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. al-Ankabut: 45).
Al-Qur-an adalah pedoman hidup untuk kebahagiaan manusia dunia dan akhirat, petunjuk kepada jalan yang lurus, obat bagi penyakit hati manusia, penyubur keimanan dan fungsi-fungsi kebaikan lain yang dibutuhkan oleh umat manusia. Coba kita perhatikan firman-firman Allah SWT, berikut ini:
Artinya:
Sesungguhnya Al Quran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih Lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang Mu'min yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar. (QS. al-Israa: 9).

Artinya:
Dan Kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian (QS. al-Israa’: 82).

Artinya:
(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram (QS. ar-Ra’du:28).

Artinya: dengan membaca dan merenungkan al-Qur-an  segala kegalauan dan kegundahan dalam hati mereka akan hilang dan berganti dengan kegembiraan dan kesenangan bahkan tidak ada sesuatupun yang lebih besar mendatangkan ketentraman dan kebahagiaan bagi hati manusia melebihi bacaan al-Qur-an.
Dalam ayat lain, Allah  SWT berfirman:

Artinya:
Allah berfirman: "Turunlah kamu berdua dari surga bersama-sama, sebagian kamu menjadi musuh bagi sebagian yang lain. Maka jika datang kepadamu petunjuk daripada-Ku, lalu Barangsiapa yang mengikut petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka (QS. Thaahaa: 123).
Ibnu ‘Abbas  berkata: “Allah  memberikan jaminan bagi orang yang membaca al-Qur-an dan mengamalkan kandungannya bahwa dia tidak akan tersesat di dunia dan tidak akan celaka di akhirat (kelak)”.

Pemimpin Keluarga Agar Memotivasi Anggota Keluarganya Untuk Gemar Dan Tekun Membaca Al-Quran

Seorang pemimpin keluarga berkewajiban untuk mengajak anggota keluarganya mengerjakan kebaikan dan ketaatan kepada Allah , terutama ketika mereka berada di rumah, termasuk yang paling utama di antaranya adalah memotivasi mereka untuk gemar dan tekun menggemakan ayat-ayat  Al-Qur-an di rumah. Allah  mengingatkan kewajiban ini dalam firman-Nya:
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan (QS at-Tahriim:6).

Ali bin Abi Thalib  ketika menafsirkan ayat di atas, beliau berkata: “(Maknanya): Ajarkanlah kebaikan untuk dirimu dan keluargamu”.
Syaikh Abdurrahman as-Sa’di berkata: “Memelihara diri (dari api neraka) adalah dengan mewajibkan bagi diri sendiri untuk melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya, serta bertobat dari semua perbuatan yang menyebabkan kemurkaan dan siksa-Nya. Adapun memelihara istri dan anak-anak (dari api neraka) adalah dengan mendidik dan mengajarkan kepada mereka (syariat Islam), serta mengajarkan mereka untuk (melaksanakan) perintah Allah. Maka seorang hamba tidak akan selamat (dari siksaan neraka) kecuali jika dia (benar-benar) melaksanakan perintah Allah (dalam ayat ini) pada dirinya sendiri dan pada orang-orang yang dibawa kekuasaan dan tanggung jawabnya”.



Manfaat Menggemakan Ayat-Ayat
Al-Qur-an Di Rumah

Rumah yang senantiasa terdengar lantunan ayat-ayat Al-Qur'an menandakan bahwa rumah tersebut hidup dengan suasana ibadah yang kental. Seorang suami hendaknya membiasakan diri dan keluarganya untuk membaca ayat-ayat Al-Qur'an. Karena rumah yang diperdengarkan ayat-ayat Al-Qur'an adalah rumah yang penuh berkah lagi dijauhi dari adanya syaithan yang menjadi musuh manusia. Rasulullah saw bersabda: "Bacalah surat Al-Baqarah dirumah-rumah kalian karena sesungguhnya setan itu tidak masuk ke dalam rumah yang dibaca didalamnya surat Al-Baqarah ." (HR. Hakim).
Abu Musa r.a., menyatakan, Rasulullah saw bersabda: “Perumpamaan rumah yang disebut nama Allah didalamnya, dengan rumah yang tidak pernah disebut nama Allah didalamnya, seperti orang hidup dan orang mati." (HR. Muslim).
Imam an-Nawawi berkata: “Dalam hadits ini terdapat anjuran untuk (banyak) berzikir kepada Allah  (termasuk membaca al-Qur-an dan zikir-zikir lainnya) di rumah dan hendaknya rumah jangan dikosongkan dari berzikir (kepada-Nya)”. Hadits yang mulia ini menunjukkan bahwa rumah yang selalu disemarakkan dengan bacaan al-Qur-an dan dzikir akan selalu hidup dan bercahaya, serta menjadi motivasi bagi para penghuninya untuk giat melakukan ketaatan kepada Allah SWT.
Allah SWT  menjelaskan fungsi diturunkannya al-Qur-an kepada manusia, yaitu sebagai pemberi kehidupan bagi hati manusia dan sumber cahaya yang menerangi hidupnya. Allah  SWT berfirman:

Artinya:
Dan demikianlah kami wahyukan kepadamu wahyu (Al Quran) dengan perintah kami. sebelumnya kamu tidaklah mengetahui Apakah Al kitab (Al Quran) dan tidak pula mengetahui Apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan Al Quran itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan Dia siapa yang Kami kehendaki di antara hamba-hamba kami. dan Sesungguhnya kamu benar- benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus (QS asy-Syuura: 52).

Ketika menafsirkan ayat ini, Syaikh ‘Abdur Rahman as-Sa’di berkata: “Ini adalah (fungsi) al-Qur-an yang mulia, Allah menyebutnya sebagai ruh karena ruh yang menjadikan tubuh manusia hidup. (Demikian) pula al-Qur-an yang menjadikan hati dan jiwa manusia hidup, sehingga hiduplah (terwujudlah) dengan al-Qur-an semua kebaikan (dalam urusan) dunia dan agama, karena di dalamnya banyak kebaikan dan ilmu yang luas”.
Adapun diantara manfaat besar bacaan al-Qur-an di rumah adalah untuk mengusir setan sebagaimana yang telah kita sebutkan, musuh utama yang selalu mengajak manusia berbuat buruk. Allah  SWT berfirman:

Artinya:
Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh bagimu, Maka anggaplah ia musuh(mu), karena Sesungguhnya syaitan-syaitan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala (QS. Faathir: 6).
Rumah yang tidak dipakai untuk shalat, membaca Al-Qur'an dan berdzikir, diibaratkan kuburan, karena setan berani bebas berkeliaran didalamnya. Sedangkan jika digunakan shalat, dzikir atau mengaji, setan akan terusir dengan sendirinya. Dalam sebuah hadits shahih disebutkan:
"Abu Hurairah ra., mengungkapkan, Rasulullah saw bersabda: 'Janganlah engaku jadikan rumahmu (seperti) kuburan (dengan tidak pernah mengerjakan shalat dan membaca al-Qur’an di dalamnya), Sesungguhnya setan lari dari rumah yang didalamnya dibaca surat Al-Baqarah." (HR. Muslim).

Perintah Shalat

Shalat merupakan bentuk ungkapan penghambaan diri kepada Sang Khalik. Ia sebagai tali penghubung antara seorang hamba dengan Tuhannya. Dengan demikian, jika Nabi saw melakukan mikraj untuk menerima perintah shalat, kini bagi kaum Muslim shalat sebagai sarana mikraj ke haribaan Allah SWT.
Dalam perjalanan Isra dan Mi’raj, Nabi saw menerima perintah shalat dari Allah SWT secara langsung tanpa melalui perantara malaikat.  Ibnu Hazm dan Anas bin Malik berkata, Nabi saw bersabda:
Allah SWT mewajibkan shalat atas umatku 50 kali sehari semalam. Maka aku turun membawa perintah itu. Ketika sampai di hadapan Musa, ia bertanya kepadaku, “Apa yang diperintahkan oleh Allah kepadamu untuk dilaksanakan umatmu?
Jawabku, “Allah SWT mewajibkan shalat 50 kali.” Kata Musa, “Kembalilah kepada Tuhanmu, karena umatmu tidak akan sangup melaksanakannya.Maka kembalilah aku kepada Tuhanku, lalu dikuranginya sebagian. Kemudian aku kembali kepada Musa dan berkata, “Allah mengurangi seperdua.
Kata Musa, “Kembalilah kepada Tuhanmu, sesungguhnya umatmu tidak akan sangup melaksanakannya.” Kembalilah aku kepada Tuhanku. Lalu Allah mengurangi pula seperdua. Sesudah itu aku kembali pula mengabarkannya kepada Musa.
Kata Musa, “Kembalilah kepada Tuhanmu, sesungguhnya umatmu tidak akan sanggup melaksanakannya.” Maka kembali pula aku kepada Tuhanku. Kemudian Allah SWT berfirman, “Walaupun lima, namun lima puluh juga. Putusan-Ku tidak dapat dirubah lagi.”
Maka aku kembali pula mengabarkannya kepada Musa. Kata Musa, “Kembalilah kepada Tuhanmu.” Jawabku, “Malu aku kepada Tuhanku.” (HR Bukhari).
Itulah prosesi penerimaan perintah shalat lima waktu yang diterima oleh Nabi SAW. Meskipun lima kali namun nilainya sama dengan 50 kali, Hal ini menunjukkan betapa pentingnya ibadah shalat bagi kehidupan kaum Muslimin.

Mencintai Allah SWT, Ikuti Rasulullah SAW

Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an, Surah Ali Imran (3): 31


Artinya:
Katakanlah (Hai Muhammad kepada umatmu): "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah Aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Apa yang dinginkan Allah SWT kepada kita sebagai manusia, hamba Allah SWT ?
Yang diinginkan oleh Allah SWT kepada kita sebagai manusia ciptaan-Nya adalah;  Mencintai Allah dan selalu ingat (berdzikir) kepada Allah, sehingga beribadah hanya kepada Allah SWT.
Dan Allah SWT menegaskan, kalau benar-benar mencintai Allah SWT, maka harus mengikuti Rasulullah SAW, sehingga mendapatkan keampunan dan kasih sayang Allah SWT. Karenanya, disamping berdzikir kepada Allah SWT juga bersalawat atas Rasulullah SAW.


Hamba Allah: Diperintahkan Untuk Ber-Dzikir Dan Bersalawat Sebanyak-Banyaknya

Hamba Allah SWT., yang selalu berdzikir sebagai bentuk cintanya kepada Allah SWT. Mencintai Allah SWT juga diikuti dengan mencintai orang yang dicintai oleh Allah SWT, yaitu Muhammad Rasulullah SAW. Karena cinta kita kepada Allah SWT, maka  banyak berdzikir kepada-Nya,  karena  kita cinta akan Rasulullah SAW, maka banyak menggemakan salawat atas Rasulullah SAW, hal yang demikian adalah sebagai wujud bukti cinta kita kepada Allah SWT dan Rasul-Nya.
Dzikir merupakan manifestasi dari cinta kepada Allah SWT dan salawat adalah manifestasi dari cinta kepada Muhammad Rasulullah SAW. Orang yang mencintai terhadap sesuatu atau pasangannya, maka tentu ia akan selalu menyebut-nyebut orang yang dicintainya atau banyak mengingat kepadanya, dan juga selalu mengikuti apa yang diinginkan oleh orang yang dicintainya itu.
Adapun perintah untuk berdzikir sebanyak-banyaknya kepada Allah SWT tercantum dalam Al-Qur’an, Surah Al-Ahzab (33): 41, seperti dikutip dari Kitab Khusnul Muslim, Syekh DR Said bin Ali bin Wahf Al-Qathani, Bab Keutamaan Dzikir, dan Imam Abu Zakariya, Yahya bin Syaraf an-Nawawi dalam Kitab Riyadhus Sholihin yakni:

Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, berzdikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya. Q.S.Al-Ahzab (33): 41.
            Dengan banyak berdzikir kepada Allah SWT, maka tentunya beribadah juga hanya kepada Allah SWT, dan tidak mungkin kepada yang lain selain-Nya. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Al-Qur’an:


Artinya:
Katakanlah (Hai Muhammad kepada Ummatmu): Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.  (Q.S. Al-An’am ayat: 162).
Dzikir dan salawat sangat erat hubungannya dan dalam aktifitasnya, bisa dilaksanakan secara bersama-sama. Berdzikir kepada Allah SWT, dengan dzikir yang sebanyak-banyaknya (dzikran katsiran), dzikir yang sesuai dengan yang telah dijelaskan oleh Rasulullah SAW, bahwa Dzikir yang paling utama adalah Laa ilaaha illallaah. Setelah menyebut Laa ilaaha illallaah diikuti dengan pembacaan salawat atas Rasulullah SAW. Demikian pula ketika bersalawat atas Rasulullah SAW, dalam bentuk kegiatan maulid habsyi misalnya, maka bisa pula disertakan dengan dzikir kepada Allah SWT, yaitu dengan sebutan Laa ilaaha illallaah dan dengan menyebut Allah. Sebagaimana Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an Surah Al-Ahzab (33) Ayat 56 :

Artinya:
Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi [1229]. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya[1230].
[1229] Bershalawat artinya: kalau dari Allah berarti memberi rahmat: dari Malaikat berarti memintakan ampunan dan kalau dari orang-orang mukmin berarti berdoa supaya diberi rahmat seperti dengan perkataan: Allahuma shalli ala Muhammad.
[1230] Dengan mengucapkan Perkataan seperti: Assalamu'alaika ayyuhan Nabi artinya: semoga keselamatan tercurah kepadamu Hai Nabi.

Berkenaan dengan perintah untuk bersalawat kepada Nabi Muhammad SAW, sesungguhnya banyak terdapat petunjuk dari hadits-hadits shahih seperti yang diriwayatkan oleh Imam At-Tirmidzi, Imam Muslim, Imam Abu Daud, An-Nasa’I dan Al-Hakim, sebagaimana disampaikan oleh Syekh DR. Said bin Ali bin Wahf Al-Qathani dalam Kitab Khusnul Muslim, terbitan Saudi Arabia, dan juga hadits yang disampaikan oleh Imam Abu Zakariya, Yahya bin Syaraf an-Nawawi dalam Kitab Riyadhus Sholihin, Buku 2, tentang membaca shalawat untuk Rasulullah SAW, seperti;
1)      Rasulullah SAW bersabda:  “Apabila suatu kaum duduk di suatu majlis, lantas tidak berdzikir kepada Allah dan tidak membaca salawat kepada Nabi-Nya, niscaya mereka mendapat sesuatu yang tidak disenangi dari Allah. Apabila Allah berkehendak, maka Dia (Allah) akan menyiksa mereka, dan apabila tidak, Allah akan mengampuni dosa mereka.”  (HR. At-Tirmidzi: 3/140) Said bin Ali bin Wahf Al-Qathani dalam Bab. Keutamaan Berdzikir.
2)      Baca: Allahumma sholli wa sallim ‘alaa nabiyyina Muhammadin. “Siapa yang bersalawat kepadaku saat pagi sepuluh dan sore sepuluh kali, maka dia akan mendapatkan syafa’at ku pada hari kiamat.” (Hadits Riwayat Imam Thabrani melalui dua sanad, salah satunya baik/shahih. Lihat Majma’uzzawa’id: 10/ 120, dan Shahih Targhib wat Tarhib: 1/ 273) Syekh DR. Said bin Ali bin Wahf Al-Qathani No. 98.

3)      Rasulullah SAW bersabda:  “Barang siapa yang membaca salawat kepada ku sekali, Allah akan memberikan balasan salawat kepadanya sepuluh kali”. (H.R. Muslim: 1/288) Syekh DR. Said bin Ali bin Wahf Al-Qathani No.219.
Dan Imam Abu Zakariya, Yahya bin Syaraf an-Nawawi dalam Kitab Riyadhus Sholihin, Buku 2, mengemukakan hadits shahih yang diriwayatkan Imam Muslim ini, berasal dari sahabat ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash r.a. bahwasanya ia mendengar Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa yang membacakan satu kali shalawat untukku, maka Allah akan menurunkan sepuluh rahmat kepadanya”.
4)      Rasulullah SAW bersabda: “Janganlah kamu menjadikan kuburanku sebagai hari raya, dan bacalah salawatmu kepadaku, sesungguhnya bacaan salawatmu akan sampai kepadaku, dimana saja kamu berada. (H.R. Abu Dawud: 2/218, Ahmad: 2/367, dan Al-Albani menyatakan, hadits tsb, shahih dalam Shahih Abi Dawud: 2/383) Syekh DR. Said bin Ali bin Wahf Al-Qathani No.220.
5)      Rasulullah SAW bersabda: “Orang yang bakhil adalah orang yang apabila aku disebut, dia tidak membaca salawat kepadaku”. (HR. At-Tirmidzi: 5/551, begitu juga imam hadits yang lain, lihat Shahihul Jami’: 3/25, dan Shahih At-Tirmidzi: 333/177) Syekh DR. Said bin Ali bin Wahf Al-Qathani No.221.
6)      Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya Allah mempunyai para malaikat yang senantiasa berkeliling di bumi yang akan menyampaikan salam kepadaku dari umatku”. (H.R. An-Nasa’I, Al-Hakim: 2/421. Dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih An-Nasa’i: 1/274) Syekh DR. Said bin Ali bin Wahf Al-Qathani No.222.
Dengan demikian dapat disimpulkan, sebagai hamba Allah SWT dan umat Nabi Muhammad Rasulullah SAW, kita berkewajiban untuk melakukan hal-hal sebagai berikut:
  1. Tekun dan gemar menggemakan ayat-ayat Al-Qur-an
  2. Banyak berdzikir kepada Allah SWT dan bersalawat kepada Rasulullah SAW
  3. Mentaati segala perintah Allah dan Rasul-Nya
  4. Beribadah hanya kepada Allah SWT dengan mentauladani  Rasulullah SAW.


Penutup

Seorang kepala keluarga berkewajiban untuk mengajak anggota keluarganya mengerjakan kebaikan dan ketaatan kepada Allah SWT, terutama ketika mereka berada di rumah, termasuk yang paling utama di antaranya adalah memotivasi mereka untuk gemar dan tekun menggemakan ayat-ayat  Al-Qur-an di rumah.
Rumah yang senantiasa terdengar lantunan ayat-ayat Al-Qur'an menandakan bahwa rumah tersebut hidup dengan suasana ibadah yang kental. Seorang suami hendaknya membiasakan diri dan keluarganya untuk membaca ayat-ayat Al-Qur'an. Karena rumah yang diperdengarkan ayat-ayat Al-Qur'an adalah rumah yang penuh berkah lagi dijauhi dari adanya syaithan.


والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته



REFERENCE
Azizy, A. Qodri A., 2003, Pendidikan Agama Untuk Membangun Etika Sosial, Semarang, PT. Aneka Ilmu.
Ahmadi,Abu-Salimi,Noor,2008, Dasar-Dasar Pendidikan Agama Islam, Jakarta, PT. Bumi Aksara.
Fathoni, M. Kholid, 2005, Pendidikan Islam dan Pendidikan Nasional, Jakarta, Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam (sekarang Dirjen Pendidikan Islam) Departemen Agama.
Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari, Kitab Sabilal Muhtadin, Semarang, Maktabah Karya Thoha Putra.
Tim, 2005, Ensiklopedi Islam, Jakarta, PT. Ichtiar Baru Van Houve.
Tim, 2005, Ensiklopedi Al-Qur’an, Buku 1, Jakarta, PT. Kharisma Ilmu.
http://chariz38.yu.tl/5-manfaat-membaca-dan-mengamalkan-al-qur.xhtml
http://ziemensislam.blogspot. com/p/keutamaan-shalat-fhardu.html

Selasa, 04 Maret 2014

"AMANU"




MEDIA DAKWAH DAN
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
“AMANU“





“MUJAHADAH”
BERSUNGGUH-SUNGGUH DALAM BERIBADAH





OLEH:
 DR. KH. AHMADI H. SYUKRAN NAFIS, MM






Pendahuluan

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمدلله رب العالمين وبه نستعين على أمور الدّنيا والدّين. والصّلاة والسّلام على أشرف الأنبياء والمرسلين وعلى آله وأصحابه أجمعين. اشهدأن لاإله إلاّ الله وحده لاشريك له ألملك الحق المبين.
وأشهد أنّ محمدا عبده ورسوله صادق الوعدالأمين.
اللهمّ صلىّ وسلّم وبارك على سيّدنا محمد وعلى ال سيّدنا محمّد وعن كلّ صحابة رسول الله أجمعين ومن تبعهم بإحسان إلى يوم الدين. أمّا بعد .

Yang Mulia; Para Alim Ulama, umara, guru-guru agama, ustadz- ustadzah,bapak-bapak, Ibu-ibu, saudara-saudaraku, anak-anaknda, cucu-cucunda; para santri, pelajar, mahasiswa dan generasi muda serta muslimin dan muslimat yang berbahagia.
Pertama-tama marilah kita panjatkan puji dan syukur ke hadhirat Allah SWT. yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada kita sekalian.
Salawat dan salam semoga dilimpahkan kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW, beserta para sahabat, keluarga beliau, dan pengikut beliau hingga akhir zaman. Mudah-mudahan Allah SWT memberikan ketetapan iman dan takwa kita kepada Allah SWT. Dan sebagai bukti kita ber-iman dan bertakwa adalah dengan melaksanakan perintah Allah SWT  dan  Rasul-Nya, serta menjauhi larangan-Nya.
Mujahadah  ibarat mendewasakan anak. Anak akan tumbuh kembang dan menjadi dewasa jika terlebih dahulu disapih, dibiasakan mandiri, dan dididik dengan sebaik-baiknya, termasuk dibiasakan melihat kekurangan diri sendiri, agar tidak sibuk mengurusi aib orang lain.
Dengan mengetahui dan memahami mujahadah, seorang Muslim tidak hanya menjaga dirinya agar tidak larut dalam perangkap hawa nafsu dan godaan setan, tetapi juga mampu memberi rasa aman dan kedamaian bagi orang lain.
Adalah menjadi kewajiban setiap orang untuk merancang dan mempersiapkan hari esok yang lebih baik. Nabi Muhammad SAW mengingatkan bahwa seorang akan merugi kalau hari esoknya sama saja dengan hari ini, bahkan dia menjadi terkutuk jika hari ini lebih buruk dari kemarin. Seseorang baru dikatakan bahagia, jika hari esok itu lebih baik dari hari ini.

Mujahadah, Bersungguh-Sungguh Dalam Beribadah

Pada pembahasan kesempatan ini, kita membicarakan tentang pentingnya bagi umat Islam untuk berprilaku “Mujahadah”, yakni bersungguh-sungguh dalam beribadah kepada Allah SWT.
Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering merasakan bahwa kita sudah melakukan ibadah, kita merasa telah melaksanakan kewajiban kita sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Kuasa, yakni menyembah kepada Tuhan Yang Menciptakan kita, khususnya bagi umat Nabi Muhammad SAW adalah dengan melaksanakan shalat lima waktu, namun kita juga merasakan betapa banyaknya kita lalai dan lupa dalam memenuhi perintah Allah SWT., dan kita juga merasa banyak urusan-urusan keduniaan yang kita kerjakan, sehingga muncul pertanyaan-pertanyaan;
“Apakah selama ini kita sudah bersungguh-sungguh dalam beribadah kepada Allah SWT?
Apakah ibadah yang kita lakukan itu sungguh-sungguh dilandasi akidah, tauhid, atau keimanan yang benar?
Apakah ibadah yang kita lakukan itu sungguh-sungguh mengikuti perintah Allah SWT dan Rasulullah SAW?
Apakah ibadah kita itu dilakukan dengan niat yang benar, ikhlas karena Allah SWT., ikhlas hanya mengharap keridhaan Allah SWT? dilaksanakan dengan ikhlas, hanya karena Allah SWT?
Oleh karena itu, sudah seharusnya kita sebagai umat Nabi Muhammad SAW berusaha untuk bersungguh-sungguh dalam beribadah kepada Allah SWT.

Firman Allah SWT:
ö@è% $oYtRq_!$ysè?r& Îû «!$# uqèdur $uZš/u öNà6š/uur !$oYs9ur $oYè=»yJôãr& öNä3s9ur öNä3è=»yJôãr& ß`øtwUur ¼çms9 tbqÝÁÎ=øƒèC .
“Katakanlah: "Apakah kamu memperdebatkan dengan kami tentang Allah, Padahal Dia adalah Tuhan kami dan Tuhan kamu; bagi kami amalan kami, dan bagi kamu amalan kamu dan hanya kepada-Nya kami mengikhlaskan hati.”  Q.S. Al-Baqarah (2): 139.
Dalam ayat ini Allah SWT secara tegas menekankan, tidak perlu ada perdebatan tentang Tuhan Allah SWT. dan dalam pelaksanaan ibadah masing-masing umat tidak perlu mempersoalkan atau membuat permusuhan, akan tetapi hiduplah damai; “Bagi kamu silahkan menurut amalan (amaliyah/ ibadah) kamu, dan bagi kami menurut amalan kami juga. Dan hanya kepada Allah SWT kami mengikhlaskan hati”.
Dari pengertian ayat tersebut di atas, dapat kita ketahui dan pahami bersama bahwa dengan umat non muslim sekalipun, kita dianjurkan untuk melaksanakan amalan (ibadah) menurut amalan masing-masing, apalagi dengan sesama muslim-muslimat, jangan sampai dengan berbeda amaliyah, berbeda cara beribadah, berbeda mazhab dalam tuntunan beribadah, menjadikan umat Islam tercerai berai, saling meremehkan, merasa dirinya dan golongannya saja yang paling benar, saling menyalahkan.
Akan tetapi, hendaknya tetap dijaga dan dimantapkan rasa persaudaraan muslim (ukhuwah Islamiyah), dan juga persaudaraan sebangsa dan se tanah air (ukhuwah wathoniyah), serta persaudaraan sesama umat manusia (ukhuwah insaniyah/ basyariyah).
Hal yang terpenting bukanlah memperdebatkannya, melainkan bagaimana melaksanakan amalan yang diajarkan dalam ajaran agama yang kita peluk, dengan bersungguh-sungguh beribadah, atau ber-mujahadah, dan ikhlas hanya karena Allah SWT. Sebagaimana ditegaskan oleh Allah SWT dalam Al-Qur’an Surah Al-Baqarah (2): 139; “… Bagi kami amalan kami, dan bagi kamu amalan kamu dan hanya kepada-Nya kami mengikhlaskan hati.” 
Dengan bersungguh-sungguh beribadah kepada Allah SWT ini sekaligus merupakan upaya menahan dan mengendalikan hawa nafsu yang lebih banyak cenderung kepada kesenangan kehidupan dunia dan lupa pada kehidupan akhirat.
Dalam istilah tasauf, kata mujahadah, diartikan adalah; Menekan keinginan dan nafsu pribadinya. “Al-Mujahidu maa jahada nafs”.
Dalam sebuah hadits Nabi Muhammad SAW menyatakan: “Kuasailah keinginanmu (nafsumu)”.
Seusai perang Badr, Rasulullah SAW pernah bersabda: “Kita telah meninggalkan jihad kecil, untuk menuju jihad yang lebih besar”. [ Ruj’ana minal jihadil asghar ilal jihadil akbar ]. (Khan Sahib Khaja Khan, BA, Tasawuf - Apa dan Bagaimana -- Daftar Istilah Tasauf, Hal.213).
Oleh karenanya, dengan ber-mujahadah, yakni bersungguh-sungguh dalam beribadah, hendaknya juga sekaligus menahan hawa nafsu. Dan upaya menahan hawa nafsu ini, menurut ajaran Rasulullah SAW, adalah termasuk jihad yang lebih besar dibandingkan dengan jihad lainnya.


Dalil Agar Bersungguh-sungguh Dalam Beribadah
Allah SWT., memerintahkan kepada umat nabi Muhammad SAW untuk bersungguh-sungguh dalam beribadah, yakni penuh dengan ketekunan sampai datang waktu ajal.
Allah  SWT berfirman dalam Surah Al-Hajr (15): 98-99
ôxÎm7|¡sù ÏôJpt¿2 y7În/u `ä.ur z`ÏiB tûïÏÉf»¡¡9$# ÇÒÑÈ  

“Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan jadilah kamu di antara orang-orang yang bersujud (shalat).” Q.S. Al-Hajr (15): 98.
Firman Allah SWT., dalam Surah Al Ankabut [29] : 69
z`ƒÏ%©!$#ur (#rßyg»y_ $uZŠÏù öNåk¨]tƒÏöks]s9 $uZn=ç7ß 4 ¨bÎ)ur ©!$# yìyJs9 tûüÏZÅ¡ósßJø9$# ÇÏÒÈ  
“Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar- benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan kami. dan Sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.” (QS. al-’Ankabut [29] : 69).
Penjelasan :
Dan orang-orang yang bersungguh-sungguh untuk (mencari keridhaan) Kami.
maksudnya, Mencurahkan segenap kemampuannya untuk menepis hawa nafsu, godaan setan dan ambisi-ambisi pribadi, serta melawan musuh-musuh agama. karena Allah semata.
Jalan-jalan Kami
Maksudnya, Jalan-jalan yang bisa mendekatkan kepada Allah dan mengantarkan pada surga-Nya. Jalan-jalan ini hanya bisa ditempuh dengan amal-amal ketaatan dan kesungguhan dalam beribadah.
Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik
Maksudnya, Allah selalu menolong dan menguatkan mental mereka.
==> Orang yang bersungguh-sungguh di Jalan Allah tentulah orang yang berbuat baik.



Dalam Surah Al Hijr [15] : 99 Allah SWT., Firman:
ôç6ôã$#ur y7­/u 4Ó®Lym y7uÏ?ù'tƒ ÚúüÉ)uø9$# ÇÒÒÈ
“Dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal).”(QS. al-Hijr [15] : 99)
.
الْيَقِينُ maksudnya sesuatu yang diyakini, intinya kematian yang menjemput, kematian yang pasti terjadi (ajal).
==>Dalam penjelasan ayat diatas, bahwasanya batas akhir dari mujahadah atau bersungguh-sungguh di dalam beribadah yakni sampai ajal (sampai berakhirnya hidup di dunia).
Allah SWT memerintahkan Nabi Muhammad SAW untuk bertasbih, mensucikan Allah SWT dari segala sesuatu yang menyekutukannya, shalat, rukuk, sujud, banyak melakukan ibadah, berbuat baik, dan mengekang hawa nafsu. Hal ini berlaku pula bagi kaum muslimin sampai akhir hayat mereka. (Kemenag, 2012, Al-Qur’an dan Tafsirnya, jilid,5, hal 275).

Makna Mujahadah
Mujahadah yang berarti bersungguh hati melaksanakan ibadah dan teguh berkarya amal shaleh, sesuai dengan apa yang telah diperintahkan Allah SWT yang sekaligus menjadi amanat serta tujuan diciptakannya manusia.  Dengan beribadah, manusia menjadikan dirinya ‘abdun (hamba) yang dituntut berbakti dan mengabdi kepada Ma’bud (Allah Maha Menjadikan) sebagai konsekuensi manusia sebagai hamba wajib berbakti (beribadah). 
Mujahadah merupakan sarana untuk menunjukkan ketaatan seorang hamba kepada Allah, sebagai wujud keimanan dan ketaqwaan kepada-Nya. Di antara perintah Allah SWT kepada manusia adalah untuk selalu berdedikasi dan berkarya secara optimal. Hal ini dijelaskan di dalam Al Qur’an Surat At Taubah ayat: 5,  “Dan katakanlah, bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Maha Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitahukan-Nya kepada kamu apa-apa yang telah kamu kerjakan.” 
Orang-orang yang selalu bermujahadah merealisasikan keimanannya dengan beribadah dan beramal shaleh dijanjikan akan mendapatkan petunjuk jalan kebenaran untuk menuju (ridha) Allah SWT hidayah dan rusyda yang dijanjikan Allah diberikan kepada yang terus bermujahadah dengan istiqamah. Kecerdasan dan kearifan akan memandu dengan selalu ingat kepada Allah SWT, tidak terpukau oleh bujuk rayu hawa nafsu dan syetan yang terus menggoda.
Situasi batin dari orang-orang yang terus musyahadah (menyaksikan) keagungan Ilahi amat tenang. Sehingga tak ada kewajiban yang diperintah dilalaikan dan tidak ada larangan Allah yang dilanggar.  Jiwa yang memiliki rusyda terus hadir dengan khusyu’. Inilah sebenarnya yang disebut mujahidin ‘ala nafsihi wa jawarihihi, yaitu orang yang selalu bersungguh dengan nuraninya dan gerakannya. 
Manakala jiwa ditunggangi nafsu, wajib dikendalikan dengan kendali taqwa. Manakala jiwa bersikeras ingkar kepada kehendak Tuhan, wajib dilunakkan dengan menolak keinginan hawa nafsunya.  Manakala jiwa bangkit memberontak, wajib ditaklukkan dengan musyahadah dan istigfar. Sesungguhnya bertahan dalam lapar (puasa) dan bangun malam di perempat malam (tahajjud), adalah sesuatu yang mudah.  Sedangkan membina akhlak dan membersihkan jiwa dari sesuatu yang mengotorinya sangatlah sulit. Mujahadah adalah suatu keniscayaan yang mesti diperbuat oleh siapa saja yang ingin kebersihan jiwa serta kematangan iman dan taqwa.

Firman Allah SWT, yang artinya:
“Dan sesunggunya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya dari pada urat lehernya, (yaitu) ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri. Tiada satu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya Malaikat pengawas yang selalu hadir”. (Q.S. Qaaf: 16-18).





Bagaimana Kita Bermujahadah Atau Bersungguh-Sungguh Dalam Beribadah?
Cara yang paling mudah, bagaimana kita bersungguh-sungguh dalam beribadah adalah mengikuti sunnah Rasulullah SAW., yakni berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW yang dibawa oleh para sahabat dan ulama serta guru-guru agama, ustadz-ustadzah hingga sampai kepada kita yang hidup tidak se zaman dengan Rasulullah SAW. Yakni, beribadah sungguh-sungguh, atau rajin beribadah untuk akhirat seolah-olah kita akan mati besok hari, sebaliknya juga rajin bekerja atau tidak malas bekerja untuk hidup di dunia seolah-olah kita akan hidup selamanya.
Adapun bagaimana cara kita bermujahadah, yakni sesuai dengan petunjuk ayat-ayat Al-Qur’an maupun hadits Rasulullah SAW yang mememerintahkan dan menganjurkan agar bersungguh-sungguh (tekun) dalam beribadah kepada Allah SWT .
1.       Berdzikir dan beribadah dengan tekun
Firman Allah SWT:
̍ä.øŒ$#ur zNó$# y7În/u ö@­Gu;s?ur Ïmøs9Î) WxÏFö;s? ÇÑÈ  
“Sebutlah (berdzikir dengan) nama Tuhanmu, dan beribadatlah kepada-Nya dengan penuh ketekunan.” Q.S. Al-Muzammil (73): 8.

2.       Beribadah ikhlas hanya karena Allah SWT, sebagai manifestasi dari kemantapan akidah tauhid, tiada yang lain yang berhak disembah melainkan Allah SWT.
Firman Allah SWT:
>§ É-ÎŽô³yJø9$# É>̍øópRùQ$#ur Iw tm»s9Î) žwÎ) uqèd çnõσªB$$sù WxÏ.ur
“(Dia-lah) Tuhan masyrik dan maghrib, tiada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Maka ambillah Dia sebagai Pelindung.”
Q.S. Al-Muzammil (73): 9.

Dan dalam ayat yang lain Allah SWT berfirman:
ö@è% ¨bÎ) ÎAŸx|¹ Å5Ý¡èSur y$uøtxCur ÎA$yJtBur ¬! Éb>u tûüÏHs>»yèø9$# ÇÊÏËÈ  
Katakanlah (Hai Muhammad kepada Ummatmu): Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.  Q.S. Al-An’am (6): 162.
3.       Rajin beribadah tidak hanya siang hari, melainkan lebih-lebih lagi di waktu malam hari.
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an Surah Al-Muzammil (73):1-6
$pkšr'¯»tƒ ã@ÏiB¨ßJø9$# ÇÊÈ  
“Hai orang yang berselimut (Muhammad).” Q.S. Al-Muzammil (73):1.
ÉOè% Ÿ@ø©9$# žwÎ) WxÎ=s% ÇËÈ  
“Bangunlah (untuk sembahyang) di malam hari [*], kecuali sedikit (daripadanya).” Q.S. Al-Muzammil (73): 2.

[*] Sembahyang malam ini mula-mula wajib, sebelum turun ayat ke 20 dalam surat ini. setelah turunnya ayat ke 20 ini hukumnya menjadi sunat.
ÿ¼çmxÿóÁÏoR Írr& óÈà)R$# çm÷ZÏB ¸xÎ=s% ÇÌÈ  
“(Yaitu) seperduanya atau kurangilah dari seperdua itu sedikit.” Q.S. Al-Muzammil (73):3.
÷rr& ÷ŠÎ Ïmøn=tã È@Ïo?uur tb#uäöà)ø9$# ¸xÏ?ös? ÇÍÈ  
“Atau lebih dari seperdua itu. dan bacalah Al Quran itu dengan perlahan-lahan.” Q.S. Al-Muzammil (73): 4.
$¯RÎ) Å+ù=ãZy šøn=tã Zwöqs% ¸xÉ)rO ÇÎÈ  
“Sesungguhnya Kami akan menurunkan kapadamu perkataan yang berat.” Q.S. Al-Muzammil (73):5.
¨bÎ) spy¥Ï©$tR È@ø©9$# }Ïd x©r& $\«ôÛur ãPuqø%r&ur ¸xÏ% ÇÏÈ   
“Sesungguhnya bangun di waktu malam adalah lebih tepat (untuk khusyuk) dan bacaan di waktu itu lebih berkesan.” Q.S. Al-Muzammil (73): 6.
¨bÎ) y7s9 Îû Í$pk¨]9$# $[sö7y WxƒÈqsÛ ÇÐÈ  
“Sesungguhnya kamu pada siang hari mempunyai urusan yang panjang (banyak).” Q.S. Al-Muzammil (73): 7.
Bersungguh-sungguh Dalam Beribadah, Siang Dan Malam, Apakah Melupakan Urusan Dunia, Atau Memaksakan Diri?
   Dalam beribadah secara bersungguh-sungguh, baik siang maupun malam, namun tidak melupakan urusan dunia dan tidak memaksakan diri, sehingga bisa mengakibatkan sakit misalnya, atau tidak sempat lagi melakukan kegiatan lainnya dalam kehidupan dunia.
Firman Allah SWT:
* ¨bÎ) y7­/u ÞOn=÷ètƒ y7¯Rr& ãPqà)s? 4oT÷Šr& `ÏB ÄÓs\è=èO È@ø©9$# ¼çmxÿóÁÏRur ¼çmsWè=èOur ×pxÿͬ!$sÛur z`ÏiB tûïÏ%©!$# y7yètB 4 ª!$#ur âÏds)ムŸ@ø©9$# u$pk¨]9$#ur 4 zOÎ=tæ br& `©9 çnqÝÁøtéB z>$tGsù ö/ä3øn=tæ ( (#râätø%$$sù $tB uŽœ£uŠs? z`ÏB Èb#uäöà)ø9$# 4 zNÎ=tæ br& ãbqä3uy Oä3ZÏB 4ÓyÌó£D   tbrãyz#uäur tbqç/ÎŽôØtƒ Îû ÇÚöF{$# tbqäótGö6tƒ `ÏB È@ôÒsù «!$#   tbrãyz#uäur tbqè=ÏG»s)ムÎû È@Î6y «!$# ( (#râätø%$$sù $tB uŽœ£uŠs? çm÷ZÏB 4 (#qãKŠÏ%r&ur no4qn=¢Á9$# (#qè?#uäur no4qx.¨9$# (#qàÊ̍ø%r&ur ©!$# $·Êös% $YZ|¡ym 4 $tBur (#qãBÏds)è? /ä3Å¡àÿRL{ ô`ÏiB 9Žöyz çnrßÅgrB yZÏã «!$# uqèd #ZŽöyz zNsàôãr&ur #\ô_r& 4 (#rãÏÿøótGó$#ur ©!$# ( ¨bÎ) ©!$# Öqàÿxî 7LìÏm§ ÇËÉÈ .

“Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwasanya kamu berdiri (sembahyang) kurang dari dua pertiga malam, atau seperdua malam atau sepertiganya dan (demikian pula) segolongan dari orang-orang yang bersama kamu. dan Allah menetapkan ukuran malam dan siang. Allah mengetahui bahwa kamu sekali-kali tidak dapat menentukan batas-batas waktu-waktu itu,
Maka Dia memberi keringanan kepadamu, karena itu bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Quran. Dia mengetahui bahwa akan ada di antara kamu orang-orang yang sakit dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah; dan orang-orang yang lain lagi berperang di jalan Allah, Maka bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Quran dan dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berikanlah pinjaman kepada Allah pinjaman yang baik. dan kebaikan apa saja yang kamu perbuat untuk dirimu
niscaya kamu memperoleh (balasan)nya di sisi Allah sebagai balasan yang paling baik dan yang paling besar pahalanya. dan mohonlah ampunan kepada Allah; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” Q.S. Al-Muzammil (73): 20.
PENUTUP
Sesungguhnya prinsip mujahadah pada dasarnya ialah mencegah jiwa dari kebiasaan kebiasaannya dan memaksanya menentang hawa nafsunya sepanjang waktu. “Jiwa mempunyai dua sifat yang menghalanginya dalam mencapai kebaikan: keberlarutan dalam memuja hawa nafsu dan penolakan pada tindak kepatuhan.
Mujahadah bagi orang awam adalah memperbaiki amal, sementara mujahadah orang khawash adalah memperbaiki keadaan hati. Sungguh, mudah menahan lapar, haus, dan mengantuk tetapi amat sulit dan sukar mengubati akhlak yang buruk. Demikian pembahasan tentang mujahadah, semoga akan bermanfaat bagi kita semua dalam menempuh jalan menuju Allah SWT. Semoga kita semua akan diberi kekuatan oleh Allah untuk selalu dapat bermujahadah di jalan-Nya sehingga menjadi orang-orang yang Menang.
Akhir kalam; Mohon maaf dan mohon ke-relaan-nya kepada semua pihak, atas hal-hal yang kurang berkenan dan atas partispasinya dalam penerbitan media ini. Mudah-mudahan Allah SWT mengampuni semua dosa-dosa dan menerima amal ibadah kita semua. Amin. Terimakasih.
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
REFERENCE
Bukhari, Imam, Pengarang Kitab Hadits Shahih, Ringkasan hadts Shahih Imam
Bukhari, Program  Sofyan Efendi (credit goes to him @ http://opi.110mb.com/).
Departemen Agama RI (sekarang Kemenag), 2008,  Al-Qur’an dan Terjemahnya, CV. Ferlia Citra Utama.
Kemenag RI, 2012, Al-Qur’an dan Tafsirnya, Jakarta, Dirjen Bimbingan masyarakat Islam, Direktorat Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah.
Kemenag RI, 2008, Tafsir Al-Qur’an Tematik, Membangun Keluarga Harmonis.
Tim, 2005, Ensiklopedi Islam, Jakarta, PT. Ichtiar Baru Van Houve.
Tim, 2005, Ensiklopedi Al-Qur’an, Buku 1, Jakarta, PT. Kharisma Ilmu
Kajian Tafsir Hadits di Masjid Kampus UGM oleh Ust. Ridwan Hamidi,
http://jiwa2kegelapan.wordpress.com/2012/06/24/makna-mujahadah/.