Senin, 10 Juni 2013

MENTAULADANI KARAKTER “TABLIGH” NABI MUHAMMAD SAW Menyampaikan Yang Benar (Kebenaran)



MENTAULADANI KARAKTER “TABLIGH”
NABI MUHAMMAD SAW
Menyampaikan Yang Benar (Kebenaran)

Oleh:
 DR. KH. Ahmadi H. Syukran Nafis, MM


Menyampaikan yang benar (kebenaran) dalam kehidupan beragama dan dalam kehidupan bermasyarakat sangat diperlukan, agar tidak terjadi penyimpangan-penyimpangan dan kesewenang-wenangan serta tindak kejahatan dan perbuatan dosa, baik dalam pelaksanaan ajaran agama dan norma-norma maupun aturan-aturan yang berlaku di masyarakat. Demikian pula agar tidak terjadi kesalahpahaman yang bisa mengakibatkan pertentangan, perpecahan dan permusuhan, yang dapat merugikan semua pihak.
Firman Allah SWT dalam Al-Qur’an Surah Al-Maidah (5): 67
Artinya:
“Hai rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia [*]. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir”. (Q.S. Al-Maidah (5): 670).

Para ahli tafsir menjelaskan ayat tersebut di atas, bahwa Allah menjaga kamu (Nabi Muhammad SAW) dari gangguan manusia, maksudnya; tak seorangpun yang dapat membunuh Nabi Muhammad SAW.
Sehingga dalam perjuangan Rasulullah SAW dalam menyampaikan ajaran yang benar, mendapat tantangan, hinaan, gangguan bahkan ancaman-ancaman dan penganiayaan dan Allah SWT memelihara Rasulullah SAW sehingga tidak seorang pun yang dapat membunuh Nabi Muhammad SAW.

Dalam mentauladani sifat tabligh Rasulullah SAW disamping dalam makna khusus, dengan pengertian menyampaikan ajaran agama, atau menyampaikan wahyu Allah SWT, yakni Al-Qur’an, juga dapat dipahami dalam pengertian yang luas, yakni sebagai sifat dan sikap untuk menyampaikan kebenaran atau menyampaikan yang benar.
Tabligh, berarti ajakan atau seruan dengan jelas dan gamblang, karena pada masa awal permulaan Islam balligh disampaikan secara diam-diam dan sembunyi. Dalam ayat tersebut, kata “ballig” artinya sampaikanlah. Terambil dari kata al-balag atau al-bulug, yaitu sampai ke tujuan yang dimaksud baik berupa tempat, masa atau lainnya. Sedangkan masdarnya tablig. (Kemenag RI, Al-Qur’an dan tafsirnya, Jilid 2, Halaman: 436)
Karena Al-Qur’an mengatur berbagai sendi kehidupan, memberikan petunjuk dan batasan-batasan mana yang hak dan mana yang batil, mana yang benar dan mana yang tidak benar menurut ajaran Allah SWT dan Rasulullah SAW. maka tentunya, menyampaikan yang benar atau menyampaikan kebenaran yang sesuai dengan ajaran Al-Qur’an adalah sama dengan menyampaikan Al-Qur’an sebagai wahyu Allah SWT yang diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW melalui malaikat Jibril.

 Sampaikanlah Walau Hanya Satu Ayat
Dalam sebuah hadits shahih yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, bahwasanya Rasulullah SAW memerintahkan kepada kita untuk menyampaikan ajaran dari beliau walau pun hanya satu ayat.
[ Balliguu ‘annii walau aayah ]

Rasulullah SAW bersabda:
“Sampaikanlah oleh mu (apa-apa yang telah kamu peroleh) dari padaku, walaupun hanya satu ayat saja”.
Berdasarkan hadits tersebut, maka seluruh umat Islam pada umumnya berkewajiban untuk menyampaikan ajaran agama, dan khususnya adalah tugas para ulama dan guru-guru agama serta para orang tua dan orang yang dituakan di keluarga dan di masyarakat.
Oleh karenanya, dalam suatu umat atau kaum harus ada orang-orang yang menuntut ilmu dan memperdalam ilmu agama, agar mengamalkannya dengan baik dan menyampaikannya kepada orang lain yang belum mengetahui. Sebab, di dalam kehidupan masyarakat, tidak semua orang bisa dan berkesempatan memperdalam ilmu agama, karena masing-masing umat disibukkan oleh kegiatan dan tugas dalam kehidupan sehari-hari, seperti ada yang bertugas dalam bidang keamanan dan ketertiban, bekerja di kantor, di toko-toko, pasar dan pusat perdagangan, di pabrik-pabrik, di ladang, sawah dan berbagai bidang lainnya.
Maka sebagian orang dari suatu kaum atau umat yang belajar dan memperdalam ajaran agama Islam, dari umat yang lebih luas dalam suatu daerah, wilayah kota sampai kepada lingkungan umat yang lebih kecil di masyarakat dan dan lingkungan keluarga, sehingga dapat menyampaikan ajaran Rasulullah SAW di lingkungan keluarganya dan masyarakatnya serta di wilayah kota dimana dia berada. Apabila tidak ada orang yang jadi ulama, ustadz dan ustadzah di lingkungannya, maka dapat memanggil atau mendatangkan ulama atau ustadz-ustadzah di lingkungan sekitar kota atau dari luar kota, untuk memberikan pembinaan, santapan rohani, siraman rohani, atau tausiah, ceramah agama, serta bimbingan pengajian atau kuliah tujuh menit (kultum), kuliah subuh dan lain-lain.

Firman Allah SWT:
  
Artinya:
“… Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah  kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.” (Q.S. At-Taubah (9): 122).

Secara tegas dalam ayat tersebut di atas, Allah SWT memberikan peringatan, agar ada sebagian dari kaum muslim yang menuntut ilmu dan mendalami ilmu agama Islam, sehingga ajaran-ajaran agama dapat disampaikan secara merata kepada umat dan dakwah Islamiyah dapat dilaksanakan secara efektif, demikian pula dapat meningkatkan kecerdasan umat Islam dan mencapai kebahagian kesejahteraan dunia dan akhirat. (Kemenag RI, 2012, Al-Qur’an dan Tafsirnya, Jilid 4, Halaman: 232-233).

Menyampaikan Kebenaran Bukan dengan Cara Kekerasan
Dalam menyampaikan yang benar atau kebenaran, tentunya juga harus dengan cara-cara yang benar, dengan cara-cara yang baik, agar tidak terjadi pertentangan, pertikaian, tindak kekerasan dan pertumpahan darah atau anarkis, penghancuran, keberutalan dan main hakim sendiri, yang akibatnya merugikan semua pihak, termasuk umat Islam yang mayoritas di Negara Republik Indonesia ini.        
Firman Allah SWT dalam Al-Qur’an:

Artinya:
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”. (Q.S. An-Nahl (16) : 125).

Menurut sebagian ahli tafsir, pengertian kata “hikmah” dalam ayat ini ialah perkataan yang tegas dan benar yang dapat membedakan antara yang hak dengan yang bathil. Dan ulama pada umumnya mengartikan, kata [ bil hikmah ], adalah; dengan cara bijaksana.
Berdasarkan firman Allah dalam Surah An-Nahl (16) : 125 tersebut, jelaslah bahwa, dalam menyampaikan ajaran agama atau menyampaikan kebenaran, dilakukan dengan cara yang bijaksana dan pelajaran yang baik.
Sehingga dengan adanya yang menyampaikan ajaran agama kepada umat, maka masyarakat kita menjadi baik, karena umat dapat memahami ajaran agamanya dan dapat mengamalkannya dalam kegiatan sehari-hari. Maka terciptalah masyarakat yang damai, tenteram dan saling hormat-menghormati, dengan melaksanakan perintah agama dan menjauhi larangan agama serta menghindari perbuatan dosa dan maksiat.
Dengan demikian, menurut ahli tafsir, Allah SWT menurunkan Al-Qur’an kepada Nabi Muhammad SAW, supaya beliau menjelaskan kepada manusia mengenai:
·         Ajaran-ajaran Allah SWT, perintah-Nya, larangan-Nya, dan aturan dll yang terdapat dalam Al-Qur’an.
·         Al-Qur’an yang mengandung kisah nyata dari umat terdahulu untuk menjadi suru tauladan.
·         Menjelaskan hukum-hukum yang terkandung dalam Al-Qur’an, merinci ayat-ayat yang global, luas, dan mengkhususkan yang umum.




Firman Allah SWT:
  
Artinya: “Keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. dan Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan.” (Q.S. An-Nahl (16): 44).

Menyampaikan Kebenaran Meski Yang Disampaikan Itu “Pahit” Atau Tidak Menyenangkan

Dalam menyampaikan kebenaran atau menyampaikan ajaran agama, memang tidak semuanya disenangi, kadang-kadang ada yang terasa pahit atau tidak menyenangkan namun tetap disampaikan juga.
Rasulullah SAW menegaskan dalam sebuah hadits shahih yang diriwayatkan oleh Imam Ibnu Hibban:
[ Qulil haq, walau kaana murran ]
Artinya: Rasulullah SAW bersabda: “Katakanlah kebenaran walaupun ia pahit”. (Hadits Riwayat Ibnu Hibban, dalam hadits yang panjang).

Dengan demikian, bagaimanapun konsekwensinya kebenaran tetap harus disampaikan, meskipun pahit namun tetap disampaikan.
Sebagaimana dijelaskan oleh ahli tafsir, bahwasanya Allah SWT berfirman dalam Q.S. Al-Maidah (5): 67 , mengandung makna bahwa, dalam ayat tersebut Allah SWT memerintah kepada Nabi Muhammad SAW untuk menyampaikan apa yang telah diturunkan kepada beliau, dengan tanpa menghiraukan besarnya tantangan di kalangan ahli kitab, orang-orang musyrik dan orang-orang fasik. Dan tidak perlu takut menghadapi gangguan mereka.
Oleh karena itu, apa yang telah diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW adalah amanat yang wajib disampaikan seluruhnya kepada manusia.


Rasulullah SAW Menyampaikan Kebenaran,
Meski Kepada Paman Beliau Abu Thalib

Ada cerita menarik, bagaimana perjuangan Rasulullah SAW dalam menyampaikan yang benar, meskipun paman beliau sendiri yang mempertanyakannya, yaitu Abu Thalib.
“Orang Qurays berkata kepadaku: Abu Tholib: Sesungguhnya anak saudaramu ini telah menyakiti kami. Maka Abu Tholib berkata kepada Nabi Muhammad SAW: “Sesungguhnya mereka Bani Pamanmu menuduh bahwa kamu menyakiti mereka”.
Rasulullah SAW menjawab: “Jika seandainya kalian (wahai kaum qurais) meletakkan matahari di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku, untuk aku tinggalkan perkara ini, sehingga Allah menampakkannya dan aku hancur karenanya, niscaya aku tidak akan meninggalkannya sama sekali”  (Hadits Riwayat Bukhari ).


Khalifah Umar bin Khattab r.a. Menyampaikan Kebenaran
Meski Terhadap Anaknya

Dalam sebuah riwayat, pernah terjadi bagaimana Khalifah Umar bin Khattab r.a. menyampaikan kepada salah seorang anaknya, meskipun pahit, karena mengambil separuh keuntungan perdagangan dari anaknya tersebut untuk diserahkan ke Baitul Mal, namun tetap disampaikan dan tetap diambil bagian untuk baitul mal tersebut separuh dari keuntungan yang didapatkan oleh anaknya Umar r.a. Dikarenakan, anak Umar r.a. tersebut meminjam uang Baitul Mall yang dikelola oleh Abu Musa Al-Asy’ari r.a Gubernur Kuffah (Irak), untuk modal usaha perdagangan dengan syarat dikembalikan lagi secara utuh.




Ancaman Bagi Yang Tidak Menyampaikan
Amanat Atau Ilmu

Menurut ahli tafsir, jika menyampaikan sebagian saja dari amanat Allah SWT. maka, sama dengan tidak menyampaikan sama sekali. Demikian kerasnya peringatan Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW.
Hal tersebut menunjukkan, bahwa tugas menyampaikan amanat Allah SWT adalah kewajiban Rasul. Tugas penyampaian tersebut tidak boleh ditunda-tunda meskipun penundaan itu dilakukan untuk menunggu kesanggupan manusia untuk menerimanya, karena masa penundaan itu dapat dianggap sebagai suatu tindakan penyembunyian terhadap amanat Allah SWT. (Kemenag RI, 2012, Al-Qur’an dan Tafsirnya, Jilid 2, Halaman: 437-438).
Firman Allah SWT:


Artinya: “Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia ( Maksudnya: Tak seorangpun yang dapat membunuh Nabi SAW) . Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir”. (Q.S. Al-Maidah (5): 67).

Perintah untuk menyampaikan amanat Allah SWT. tersebut, juga berlaku kepada umat Nabi Muhammad SAW agar menyampaikan kepada umat apa-apa yang telah diturunkan Allah SWT kepada Rasulullah SAW.
Menurut ahli tafsir, firman Allah dalam Q.S. Al-Maidah (5): 67 tersebut, mengancam orang-orang yang menyembunyikan amanat Allah SWT. Dengan pula ancaman Rasulullah SAW terhadap orang yang menyembunykan ilmu.

Firman Allah SWT:
 
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang Menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam Al Kitab, mereka itu dila'nati Allah dan dila'nati (pula) oleh semua (mahluk) yang dapat mela'nati”. (Q.S. Al-Baqarah (2): 159).
                   
Maka demikian pula halnya dengan orang yang menyembunyikan ilmu, secara tegas Rasulullah SAW mengancam dengan azab, pada hari kiamat akan dikekang dengan kekangan dari api neraka.
Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa ditanya tentang suatu ilmu pengetahuan lalu disembunyikannya, maka ia akan dikekang pada hari kiamat dengan kekangan dari api neraka”. (Hadits Riwayat Abu Daud, At-Tirmidzi, dari Abu Hurairah).



والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته


REFERENCE

Bukhari, Imam, Pengarang Kitab Hadits Shahih, Ringkasan hadts Shahih Imam
Bukhari, Program  Sofyan Efendi (credit goes to him @ http://opi.110mb.com/)

Departemen Agama RI (sekarang Kemenag), 2008,  Al-Qur’an dan Terjemahnya, CV. Ferlia Citra Utama

Kemenag RI, 2012, Al-Qur’an dan Tafsirnya, Jakarta, Dirjen Bimbingan masyarakat Islam, Direktorat Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah

Tim, 2005, Ensiklopedi Islam, Jakarta, PT. Ichtiar Baru Van Houve

Tim, 2005, Ensiklopedi Al-Qur’an, Buku 1, Jakarta, PT. Kharisma Ilmu

2 komentar:

  1. semoga Allah memberikan rahmatnya kepada pemilik blog ini yang telah menyampaikan Ayat Allah sesuai hadist'2 di atas...

    BalasHapus
  2. Slots Casino site review & rating - Lucky Club
    Find out everything you need to know about Slots Casino site. We'll walk you through all luckyclub the slots games, payouts and more! Rating: 8/10 · ‎Review by Lucky Club

    BalasHapus