MENTAULADANI
KARAKTER “TABLIGH”
NABI MUHAMMAD
SAW
Menyampaikan Yang Benar
(Kebenaran)
Oleh:
DR. KH. Ahmadi H. Syukran Nafis, MM
Menyampaikan yang benar (kebenaran) dalam kehidupan beragama dan
dalam kehidupan bermasyarakat sangat diperlukan, agar tidak terjadi
penyimpangan-penyimpangan dan kesewenang-wenangan serta tindak kejahatan dan
perbuatan dosa, baik dalam pelaksanaan ajaran agama dan norma-norma maupun
aturan-aturan yang berlaku di masyarakat. Demikian pula agar tidak terjadi
kesalahpahaman yang bisa mengakibatkan pertentangan, perpecahan dan permusuhan,
yang dapat merugikan semua pihak.
Firman Allah SWT dalam Al-Qur’an Surah Al-Maidah (5): 67
Artinya:
“Hai rasul, sampaikanlah apa yang
diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang
diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah
memelihara kamu dari (gangguan) manusia [*]. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk
kepada orang-orang yang kafir”. (Q.S. Al-Maidah (5): 670).
Para
ahli tafsir menjelaskan ayat tersebut di atas, bahwa Allah menjaga kamu (Nabi
Muhammad SAW) dari gangguan manusia, maksudnya; tak seorangpun yang dapat
membunuh Nabi Muhammad SAW.
Sehingga
dalam perjuangan Rasulullah SAW dalam menyampaikan ajaran yang benar, mendapat
tantangan, hinaan, gangguan bahkan ancaman-ancaman dan penganiayaan dan Allah
SWT memelihara Rasulullah SAW sehingga tidak seorang pun yang dapat membunuh
Nabi Muhammad SAW.
Dalam
mentauladani sifat tabligh Rasulullah SAW disamping dalam makna khusus, dengan
pengertian menyampaikan ajaran agama, atau menyampaikan wahyu Allah SWT, yakni
Al-Qur’an, juga dapat dipahami dalam pengertian yang luas, yakni sebagai sifat
dan sikap untuk menyampaikan kebenaran atau menyampaikan yang benar.
Tabligh,
berarti ajakan atau seruan dengan jelas dan gamblang, karena pada masa awal
permulaan Islam balligh disampaikan secara diam-diam dan sembunyi. Dalam ayat
tersebut, kata “ballig” artinya sampaikanlah. Terambil dari kata al-balag atau
al-bulug, yaitu sampai ke tujuan yang dimaksud baik berupa tempat, masa atau
lainnya. Sedangkan masdarnya tablig. (Kemenag RI, Al-Qur’an dan tafsirnya,
Jilid 2, Halaman: 436)
Karena
Al-Qur’an mengatur berbagai sendi kehidupan, memberikan petunjuk dan
batasan-batasan mana yang hak dan mana yang batil, mana yang benar dan mana
yang tidak benar menurut ajaran Allah SWT dan Rasulullah SAW. maka tentunya,
menyampaikan yang benar atau menyampaikan kebenaran yang sesuai dengan ajaran
Al-Qur’an adalah sama dengan menyampaikan Al-Qur’an sebagai wahyu Allah SWT
yang diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW melalui malaikat
Jibril.
Sampaikanlah Walau Hanya Satu Ayat
Dalam sebuah hadits shahih yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari,
bahwasanya Rasulullah SAW memerintahkan kepada kita untuk menyampaikan ajaran
dari beliau walau pun hanya satu ayat.
[ Balliguu ‘annii walau aayah ]
Rasulullah SAW
bersabda:
“Sampaikanlah oleh mu (apa-apa yang telah kamu peroleh) dari
padaku, walaupun hanya satu ayat saja”.
Berdasarkan
hadits tersebut, maka seluruh umat Islam pada umumnya berkewajiban untuk
menyampaikan ajaran agama, dan khususnya adalah tugas para ulama dan guru-guru
agama serta para orang tua dan orang yang dituakan di keluarga dan di
masyarakat.
Oleh
karenanya, dalam suatu umat atau kaum harus ada orang-orang yang menuntut ilmu
dan memperdalam ilmu agama, agar mengamalkannya dengan baik dan menyampaikannya
kepada orang lain yang belum mengetahui. Sebab, di dalam kehidupan masyarakat,
tidak semua orang bisa dan berkesempatan memperdalam ilmu agama, karena
masing-masing umat disibukkan oleh kegiatan dan tugas dalam kehidupan
sehari-hari, seperti ada yang bertugas dalam bidang keamanan dan ketertiban,
bekerja di kantor, di toko-toko, pasar dan pusat perdagangan, di pabrik-pabrik,
di ladang, sawah dan berbagai bidang lainnya.
Maka
sebagian orang dari suatu kaum atau umat yang belajar dan memperdalam ajaran
agama Islam, dari umat yang lebih luas dalam suatu daerah, wilayah kota sampai
kepada lingkungan umat yang lebih kecil di masyarakat dan dan lingkungan
keluarga, sehingga dapat menyampaikan ajaran Rasulullah SAW di lingkungan
keluarganya dan masyarakatnya serta di wilayah kota dimana dia berada. Apabila
tidak ada orang yang jadi ulama, ustadz dan ustadzah di lingkungannya, maka
dapat memanggil atau mendatangkan ulama atau ustadz-ustadzah di lingkungan
sekitar kota atau dari luar kota, untuk memberikan pembinaan, santapan rohani,
siraman rohani, atau tausiah, ceramah agama, serta bimbingan pengajian atau
kuliah tujuh menit (kultum), kuliah subuh dan lain-lain.
Firman Allah SWT:
Artinya:
“… Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap
golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka
tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat
menjaga dirinya.” (Q.S. At-Taubah (9): 122).
Secara tegas dalam ayat tersebut di atas, Allah SWT memberikan
peringatan, agar ada sebagian dari kaum muslim yang menuntut ilmu dan mendalami
ilmu agama Islam, sehingga ajaran-ajaran agama dapat disampaikan secara merata
kepada umat dan dakwah Islamiyah dapat dilaksanakan secara efektif, demikian
pula dapat meningkatkan kecerdasan umat Islam dan mencapai kebahagian
kesejahteraan dunia dan akhirat. (Kemenag RI, 2012, Al-Qur’an dan Tafsirnya,
Jilid 4, Halaman: 232-233).
Menyampaikan
Kebenaran Bukan dengan Cara Kekerasan
Dalam menyampaikan yang benar atau kebenaran, tentunya juga harus
dengan cara-cara yang benar, dengan cara-cara yang baik, agar tidak terjadi
pertentangan, pertikaian, tindak kekerasan dan pertumpahan darah atau anarkis,
penghancuran, keberutalan dan main hakim sendiri, yang akibatnya merugikan
semua pihak, termasuk umat Islam yang mayoritas di Negara Republik Indonesia
ini.
Firman Allah SWT
dalam Al-Qur’an:
Artinya:
“Serulah (manusia) kepada jalan
Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara
yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang
tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang
mendapat petunjuk”. (Q.S. An-Nahl (16) : 125).
Menurut
sebagian ahli tafsir, pengertian kata “hikmah” dalam ayat ini ialah perkataan
yang tegas dan benar yang dapat membedakan antara yang hak dengan yang bathil.
Dan ulama pada umumnya mengartikan, kata [ bil hikmah ], adalah; dengan cara
bijaksana.
Berdasarkan
firman Allah dalam Surah An-Nahl (16) : 125 tersebut, jelaslah bahwa, dalam
menyampaikan ajaran agama atau menyampaikan kebenaran, dilakukan dengan cara
yang bijaksana dan pelajaran yang baik.
Sehingga
dengan adanya yang menyampaikan ajaran agama kepada umat, maka masyarakat kita
menjadi baik, karena umat dapat memahami ajaran agamanya dan dapat
mengamalkannya dalam kegiatan sehari-hari. Maka terciptalah masyarakat yang
damai, tenteram dan saling hormat-menghormati, dengan melaksanakan perintah
agama dan menjauhi larangan agama serta menghindari perbuatan dosa dan maksiat.
Dengan
demikian, menurut ahli tafsir, Allah SWT menurunkan Al-Qur’an kepada Nabi
Muhammad SAW, supaya beliau menjelaskan kepada manusia mengenai:
·
Ajaran-ajaran
Allah SWT, perintah-Nya, larangan-Nya, dan aturan dll yang terdapat dalam
Al-Qur’an.
·
Al-Qur’an
yang mengandung kisah nyata dari umat terdahulu untuk menjadi suru tauladan.
·
Menjelaskan
hukum-hukum yang terkandung dalam Al-Qur’an, merinci ayat-ayat yang global,
luas, dan mengkhususkan yang umum.
Firman Allah SWT:
Artinya: “Keterangan-keterangan
(mukjizat) dan kitab-kitab. dan Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu
menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan
supaya mereka memikirkan.” (Q.S. An-Nahl (16): 44).
Menyampaikan Kebenaran Meski Yang
Disampaikan Itu “Pahit” Atau Tidak Menyenangkan
Dalam
menyampaikan kebenaran atau menyampaikan ajaran agama, memang tidak semuanya
disenangi, kadang-kadang ada yang terasa pahit atau tidak menyenangkan namun
tetap disampaikan juga.
Rasulullah SAW menegaskan dalam sebuah hadits shahih yang
diriwayatkan oleh Imam Ibnu Hibban:
[ Qulil haq, walau kaana murran ]
Artinya: Rasulullah SAW bersabda: “Katakanlah kebenaran walaupun
ia pahit”. (Hadits Riwayat Ibnu Hibban, dalam hadits yang panjang).
Dengan
demikian, bagaimanapun konsekwensinya kebenaran tetap harus disampaikan,
meskipun pahit namun tetap disampaikan.
Sebagaimana
dijelaskan oleh ahli tafsir, bahwasanya Allah SWT berfirman dalam Q.S. Al-Maidah
(5): 67 , mengandung makna bahwa, dalam ayat tersebut Allah SWT memerintah
kepada Nabi Muhammad SAW untuk menyampaikan apa yang telah diturunkan kepada
beliau, dengan tanpa menghiraukan besarnya tantangan di kalangan ahli kitab,
orang-orang musyrik dan orang-orang fasik. Dan tidak perlu takut menghadapi
gangguan mereka.
Oleh
karena itu, apa yang telah diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW
adalah amanat yang wajib disampaikan seluruhnya kepada manusia.
Rasulullah
SAW Menyampaikan Kebenaran,
Meski
Kepada Paman Beliau Abu Thalib
Ada
cerita menarik, bagaimana perjuangan Rasulullah SAW dalam menyampaikan yang
benar, meskipun paman beliau sendiri yang mempertanyakannya, yaitu Abu Thalib.
“Orang
Qurays berkata kepadaku: Abu Tholib: Sesungguhnya anak saudaramu ini telah
menyakiti kami. Maka Abu Tholib berkata kepada Nabi Muhammad SAW: “Sesungguhnya
mereka Bani Pamanmu menuduh bahwa kamu menyakiti mereka”.
Rasulullah
SAW menjawab: “Jika seandainya kalian (wahai kaum qurais) meletakkan matahari
di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku, untuk aku tinggalkan perkara ini,
sehingga Allah menampakkannya dan aku hancur karenanya, niscaya aku tidak akan
meninggalkannya sama sekali” (Hadits
Riwayat Bukhari ).
Khalifah Umar bin
Khattab r.a. Menyampaikan Kebenaran
Meski Terhadap
Anaknya
Dalam sebuah riwayat, pernah terjadi bagaimana
Khalifah Umar bin Khattab r.a. menyampaikan kepada salah seorang anaknya,
meskipun pahit, karena mengambil separuh keuntungan perdagangan dari anaknya
tersebut untuk diserahkan ke Baitul Mal, namun tetap disampaikan dan tetap
diambil bagian untuk baitul mal tersebut separuh dari keuntungan yang
didapatkan oleh anaknya Umar r.a. Dikarenakan, anak Umar r.a. tersebut meminjam
uang Baitul Mall yang dikelola oleh Abu Musa Al-Asy’ari r.a Gubernur Kuffah
(Irak), untuk modal usaha perdagangan dengan syarat dikembalikan lagi secara
utuh.
Ancaman Bagi Yang Tidak Menyampaikan
Amanat Atau Ilmu
Menurut
ahli tafsir, jika menyampaikan sebagian saja dari amanat Allah SWT. maka, sama
dengan tidak menyampaikan sama sekali. Demikian kerasnya peringatan Allah SWT
kepada Nabi Muhammad SAW.
Hal
tersebut menunjukkan, bahwa tugas menyampaikan amanat Allah SWT adalah
kewajiban Rasul. Tugas penyampaian tersebut tidak boleh ditunda-tunda meskipun
penundaan itu dilakukan untuk menunggu kesanggupan manusia untuk menerimanya,
karena masa penundaan itu dapat dianggap sebagai suatu tindakan penyembunyian
terhadap amanat Allah SWT. (Kemenag RI, 2012, Al-Qur’an dan Tafsirnya, Jilid 2,
Halaman: 437-438).
Firman Allah SWT:
Artinya: “Hai Rasul, sampaikanlah apa
yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang
diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah
memelihara kamu dari (gangguan) manusia ( Maksudnya: Tak
seorangpun yang dapat membunuh Nabi SAW) .
Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir”. (Q.S.
Al-Maidah (5): 67).
Perintah
untuk menyampaikan amanat Allah SWT. tersebut, juga berlaku kepada umat Nabi
Muhammad SAW agar menyampaikan kepada umat apa-apa yang telah diturunkan Allah
SWT kepada Rasulullah SAW.
Menurut
ahli tafsir, firman Allah dalam Q.S. Al-Maidah (5): 67 tersebut, mengancam
orang-orang yang menyembunyikan amanat Allah SWT. Dengan pula ancaman Rasulullah
SAW terhadap orang yang menyembunykan ilmu.
Firman Allah SWT:
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang Menyembunyikan apa yang
telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk,
setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam Al Kitab, mereka itu dila'nati
Allah dan dila'nati (pula) oleh semua (mahluk) yang dapat mela'nati”. (Q.S.
Al-Baqarah (2): 159).
Maka
demikian pula halnya dengan orang yang menyembunyikan ilmu, secara tegas
Rasulullah SAW mengancam dengan azab, pada hari kiamat akan dikekang dengan
kekangan dari api neraka.
Rasulullah
SAW bersabda: “Barang siapa ditanya
tentang suatu ilmu pengetahuan lalu disembunyikannya, maka ia akan dikekang
pada hari kiamat dengan kekangan dari api neraka”. (Hadits Riwayat Abu Daud,
At-Tirmidzi, dari Abu Hurairah).
والسلام عليكم ورحمة
الله وبركاته
REFERENCE
Bukhari, Imam, Pengarang Kitab Hadits
Shahih, Ringkasan hadts Shahih Imam
Bukhari, Program Sofyan
Efendi (credit goes to him @ http://opi.110mb.com/)
Departemen Agama RI (sekarang Kemenag), 2008,
Al-Qur’an dan Terjemahnya, CV. Ferlia
Citra Utama
Kemenag
RI, 2012, Al-Qur’an dan Tafsirnya, Jakarta, Dirjen
Bimbingan masyarakat Islam, Direktorat Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah
Tim, 2005, Ensiklopedi Islam, Jakarta, PT. Ichtiar Baru Van Houve
Tim, 2005, Ensiklopedi Al-Qur’an, Buku 1, Jakarta, PT. Kharisma Ilmu
semoga Allah memberikan rahmatnya kepada pemilik blog ini yang telah menyampaikan Ayat Allah sesuai hadist'2 di atas...
BalasHapusSlots Casino site review & rating - Lucky Club
BalasHapusFind out everything you need to know about Slots Casino site. We'll walk you through all luckyclub the slots games, payouts and more! Rating: 8/10 · Review by Lucky Club