Senin, 10 Juni 2013

MENTAULADANI KARAKTER ”FATHONAH” NABI MUHAMMAD SAW Cerdas Yang Takwa



MENTAULADANI KARAKTER ”FATHONAH”
NABI MUHAMMAD SAW
Cerdas Yang Takwa

Oleh:
 DR. KH. Ahmadi H. Syukran Nafis, MM
                                                                                   

Allah SWT memberikan kecerdasan atau kecerdikan kepada Rasul Allah SWT, sehingga mampu menyampaikan ajaran Islam dengan baik  dan mampu menghadapi berbagai tantangan dan rintangan serta mampu menjelaskan hal-hal yang ditanyakan oleh umat, baik yang percaya maupun yang tidak percaya. Dengan sifat fathonah, kecerdasan, yakni yang cerdik, pintar dan disertai dengan ilmu yang luas, menjadikan umat mudah memahami ajaran yang disampaikan oleh Rasul Allah. Karenanya, mustahil Rasul Allah SWT bersifat bodoh.
Banyak peristiwa yang menunjukkan sifat fathonah Nabi Muhammad SAW, yang menunjukkan kecerdasan Rasulullah SAW, yakni cerdik, pintar dan ilmu yang luas, yang patut kita tauladani, karena kecerdasan yang dimiliki oleh Rasulullah SAW berlandaskan pada ketakwaan kepada Allah SWT.
Dalam Al-qur’an banyak ayat-ayat yang mendorong pentingnya sifat fathonah, yakni dengan menggunakan akal dan kecerdasaanya untuk memikirkan dan merenungkan tentang alam semesta serta kejadian-kejadian yang menimpa umat yang terdahulu.
Dengan mentauladani sifat fathonah Rasulullah SAW, yakni cerdik, pintar dan berilmu pengetahuan yang luas, maka berarti umat akan menjadi berkualitas, dengan  kecerdasan atau kecerdikan, kepintaran dan keilmuan, sehingga menjadi umat yang maju, dengan dilandasi ketakwaan kepada allah SWT.
Dengan demikian berarti, kita perlu meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT dan meningkatkan ilmu pengetahuan kepada umat, baik dalam kehidupan berbangsa, bernegara maupun bermasyarakat dan beragama. Agar tidak akan terjadi kondisi umat yang  miskin, tertinggal, terbelakang, bodoh, sebagaimana yang digambarkan oleh Prof. DR. H. Nurcholis Madjid (alm): “Islam memiliki ajaran yang visioner dan revolusioner, tetapi anehnya kondisi umat saat ini betul-betul sedang dicengkeram oleh gurita kemiskinan dan kebodohan”.


Penting, Terciptanya Generasi Yang Takwa dan Cerdas

Allah SWT dan Rasulullah SAW memberikan peringatan-peringatan kepada umat manusia, pentingnya  menciptakan generasi yang cerdas, dengan kecerdikan, kepintaran dan kailmuan yang luas. Karena Allah SWT telah memberi ilmu kepada umat manusia, dari tidak tahu menjadi tahu, dan Allah SWT memberikan panca indera agar dapat dipergunakan sesuai fungsinya, bukan digunakan untuk kemaksiatan dan kemunkaran serta perbuatan dosa, melainkan agar menjadi umat yang bersyukur kepada Allah SWT., sebagaimana firman Allah SWT:
  
Artinya:
“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam Keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur”. (Q.S. An-Nahl (16): 78).

Ketakwaan Menuntun Kecerdasan

Banyak orang-orang yang cerdas, cerdik, pintar dan berilmu luas, namun kecerdasan dan ketinggian ilmunya itu bukan untuk kemaslahatan umat, bukan untuk kebaikan umat, melainkan untuk membinasakan atau merusak manusia dan alam.
Kecerdasan dan keilmuannya digunakan untuk membuat  senjata, bom, nuklir, akan tetapi digunakan bukan untuk kesejahteraan manusia dan kebaikan alam, melainkan untuk menghancurkan dan memusnahkan manusia dan alam.
Kecerdasan dan keilmuannya digunakan untuk membuat  obat-obatan dan alat-alat kesehatan yang seyogyanya untuk kesehatan dan kesejahteraan manusia, akan tetapi dibuat  untuk menghancurkan dan memusnahkan manusia, dengan beredarnya secara besar-besaran narkoba dan minuman keras. Dan banyak contohnya yang tidak bisa disebut satu persatu, namun sudah diketahui oleh banyak orang, Karena ditayangkan diberbagai media massa baik cetak maupun elektronik.
Oleh karena itu, ketakwaan penting dalam menuntun kecerdasan, kecerdikan, kepintaran dan keilmuan. Karena dengan dasar ketakwaan, Allah SWT akan memberikan petunjuk-Nya atau pertolongan-Nya sehingga dalam melaksanakan amal dalam kehidupan dunia, termasuk dalam menggunakan kecerdasannya, terhindar dari kesalahan-kesalahan, dan kalau pun terjadi kesalahan maka Allah SWT memberikan pengampunan atas dosa-dosanya.

Sebagaimana firman Allah SWT sebagai berikut:
     
Artinya:
“Hai orang-orang beriman, jika kamu bertaqwa kepada Allah, Kami akan memberikan kepadamu Furqaan (petunjuk yang dapat membedakan antara yang haq dan yang batil). Dan Kami akan jauhkan dirimu dari kesalahan-kesalahanmu, dan mengampuni (dosa-dosa)mu. dan Allah mempunyai karunia yang besar. (Q.S. Al-Anfal (8): 29).
Menurut ahli tafsir, kata Allah SWT memberi furqan, maksudnya; Allah SWT member petunjuk yang dapat membedakan antara yang haq dan yang batil, dan dapat juga diartikan dalam arti; sebagai pertolongan Alah SWT.
 
Perlunya Mentauladani Karakter ”Fathonah”, Agar Tidak Menyimpang dalam Menggunakan Kecerdasan; Cerdik, Pintar dan Ilmu

Kita perlu menyiapkan generasi, yang berkarakter, yakni berbudi pekerti baik dan berakhlak mulia, dengan ketauladanan sifat fathonah Nabi Muhammad SAW, dengan mempersiapkan generasi yang cerdas, dengan kecerdikan, kepintaran dan ilmu pengetahuan yang luas, dan dituntun dengan ketakwaan kepada Allah SWT.
Karenanya dalam pembelajaran diperlukan adanya pendidikan agama Islam dan dakwah, untuk menanamkan budi pekerti atau akhlak yang mulia kepada masyarakat dan anak-anak, remaja dan generasi muda serta umat Islam secara keseluruhan.
Sehingga dapat mentauladani sifat-sifat dan akhlak Nabi Muhammad SAW yang mulia, baik melalui pendidikan formal di sekolah dan madrasah, maupun melalui pendidikan non formal seperti majlis taklim dan pengajian-pengajian, serta pendidikan informal, yakni di rumah tangga atau keluarga yang merupakan pendidikan pertama kali dilaksanakan oleh ayah dan ibu serta anggota keluarga lainnya.
Dengan diiringi ketakwaan maka kecerdasan, atau kecerdikan, kepintaran dan berilmu yang luas tersebut bermanfaat bagi umat manusia serta alam semesta. Sehingga berbagai kemajuan yang dihasilkan oleh umat manusia seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kecanggihan dunia informasi dan komunikasi, tidak menghancurkan umat manusia baik dari segi fisik maupun mental spiritual. Disamping tidak menghancurkan umat, tidak mencelakakan umat manusia, juga tidak menghancurkan alam semesta.
Disinilah pentingnya pendidikan agama dan budi pekerti, agar terciptanya generasi kita sekarang dan mendatang menjadi generasi yang berkualitas, dengan memiliki kecerdasan, atau kecerdikan, kepintaran dan ilmu yang luas, dengan dibimbing oleh ketakwaan kepada Allah SWT.



Firman Allah SWT.
Artinya:
“Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat, dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Q.S. Al-Mujadalah (58): 11).







Lapangkanlah Majlis-Majlis Pendidikan dan Pengajaran,
Allah Meninggikan Derajat Orang
Yang Berilmu

Allah SWT memerintahkan kepada umat manusia, agar menjadi orang yang beriman dan berilmu pengetahuan, sehingga menjadi umat yang ditinggikan derajatnya oleh Allah SWT. Menyemarakkan majlis-majlis pendidikan dan pengajaran atau majlis taklim, serta melapangkannya, sebagaimana firman Allah SWT dalam A;-Qur’an Surah Al-Mujadalah (58): 11.
Ternyata apa yang diisyaratkan oleh Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW lima belas abad yang silam, sekarang ini masih relevan dalam pelaksanaan pembelajaran, dengan berbagai macam metode yang dilakukan oleh guru yang mengajar. Misalnya, guru meminta agar melapangkan majlis-majlis pembelajaran, maka kita pun melapangkannya. Kalau disuruh berdiri, maka kita pun berdiri. Metode seperti ini banyak dilakukan oleh pendidik, atau para widyaiswara dalam penataran atau diklat  (pendidikan dan pelatihan). Kalau peserta didik sudah lama duduk, maka diajak untuk berdiri, dan peserta didik diminta melapangkan dengan jarak tertentu dari situasi yang tadinya sempit atau berdempetan menjadi lebih longgar atau lapang. Sehingga suasana pembelajaran menjadi lebih menarik dan memudahkan dalam pemahaman dan penguasaan ilmu yang disampaikan oleh guru.
Dengan kecerdasan, atau kecerdikan, kepintaran dan keilmuan, maka umat dari berbagai lapangan pekerjaan maupun bidang keilmuan, akan berfikir dan bekerja secara cerdas, profesional, sehingga kemajuan dan kemandirian akan tercapai, sebagaimana yang dicontohkan oleh nabi Muhammad SAW sejak sebelum menjadi nabi dan rasul ketika berada di Mekkah di tengah-tengah kaum qurais, sampai masa kerasulan dan hijrahnya Nabi Muhammad SAW ke Madinah, dan kembali ke Mekkah dengan kemajuan dan keberhasilan umat Islam di segala bidang kehidupan.



Pentingnya Belajar Ilmu Tauhid  “Sifat Dua Puluh" (Bag: 2)


KH. Abdurrahman bin Haji Muhammad Ali menjelaskan sifat dua puluh bagi Allah SWT., meliputi dua puluh sifat wajib dan sifat mustahil disertai dengan dalil naqli bersumber dari Al-Qur’an serta satu sifat harus bagi. (Baca: Kitab Kifayatul Mubtadi-in Fii I’tiqaadil Mu’miniin, Hal.6 dst.)

(1)    Wujud artinya ada Allah Ta’ala. Lawannya ‘Adam artnya; tiada. Mustahil Dia tiada ada, wajib Allah Ta’ala ada. Dalilnya: [Allaahulladzi khalaqas samaawaati wal ardha wamaa baina humaa]. Arti: “Allah Ta’ala jua yang telah menjadikan tujuh lapis langit dan tujuh lapis bumi dan barang yang diantara keduanya”.
(2)    Sifat wajib bagi Allah SWT yang kedua adalah Qidam, Qidam artinya sedia Allah Ta’ala. Lawannya huduts artinya baharu. Mustahil Dia baharu. Wajib Allah a’ala sedia. Dalilnya: [ Huwal awwalu wal aakhiru ]. Artinya: “Dia jualah Tuhan yang awal dan tiada berpermulan, dan Dia jua Tuhan yang akhir tiada berkesudahan”.
(3)    Baqa, artinya kekal Allah Ta’ala. Lawannya Fanaa’ artinya binasa. Mustahil Dia binasa. Wajib Allah a’ala kekal. Dalilnya: [wa yabqaa wajhu rabbika dzuul jalaali wal ikraam]. Artinya: “Kekal dzat Tuhan engkau yaa Muhammad yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan”.
(4)    Mukhaalafatuhu Ta’aala Lil hawaadits, artinya bersalahan Allah Ta’ala bagi segala yang bahaaru. Lawannya mumaa tsalatuhu ta’alaa lil hawaaditsi artinya menyamai Allah Ta’ala bagi segala yang baharu. Mustahil Dia menyamai bagi segala yang baharu. Wajib Allah a’ala bersalahan bagi segala yang bahaaru. Dalilnya: [Laisa kamitslihii syai-un]. Artinya: “Tiada seumpamanya Allah Ta’ala oleh sesuatu”.
(5)    Qiyaamuhu Ta’aala Binafsihi, artinya berdiri Allah Ta’ala dengan sendirinya. Lawannya an laa yakuuna qaa-iman bi nafsihi artinya bahwa tiada berdiri Dia dengan sendirinya. Mustahil Dia tiada berdiri dengan sendirinya. Wajib Allah berdiri dengan sendirinya. Dalilnya: [Innallaaha laganiyyun ‘anil ‘aalamiina]. Artinya: “Bahwasanya Allah Ta’ala sesungguhnya kaya dari pada sekalian alam”.
(6)    Wahdaaniyat, artinya Esa Allah Ta’ala. Lawannya ta’addud artinya berbilang-bilang. Mustahil Dia berbilang-bilang. Wajib Allah Ta’ala esa.
Dalilnya: [ Qul huwal laahu ahad ]. Artinya: “Kata olehmu Ya Muhammad, bermula Allah Ta’ala  yaitu esa dzat-Nya dan sifat-Nya dan af’al-Nya (perbuatan-Nya) ”.
(7)    Qudrat, artinya kuasa. Lawannya ‘ajaz artinya lemah. Mustahil Dia lemah. Wajib Allah kuasa. Dalilnya: [Innal laaha ‘alaa kulli syai-in qadiir]. Arti: “Bahwasa Allah Ta’ala  itu kuasa atas tiap-tiap sesuatu”.
(8)    Iraadat, artinya berkehendak Allah Ta’ala. Lawannya karaahah artinya banci. Mustahil Dia banci. Wajib Allah a’ala berkehendak. Dalilnya: [ Fa’ ‘aalun lima yuriid ]. Artinya: “Allah Ta’ala jua yang sangat berbuat bagi segala sesuatu yang dikehendakinya”.
(9)    Ilmu, artinya tahu Allah Ta’ala. Lawannya jahlun artinya bebal. Mustahil Dia bebal (bodoh). Wajib Allah a’ala tahu. Dalilnya: [Wallaahu bikulli syai-in ‘aliim]. Artinya: “Bermula Allah Ta’ala jua yang mengetahui dengan tiap-tiap sesuatu”.
(10)Hayat, artinya hidup Allah Ta’ala. Lawannya mautun artinya mati. Mustahil Dia mati. Wajib Allah a’ala hidup. Dalilnya: [Wa tawakkal ‘alal hayyil ladzi laa yamuutu]. Artinya: “Berpegang olehmu Ya Muhammad atas Tuhan yang hidup yang tiada mati”.
(11)Sama’, artinya mendengar Allah Ta’ala. Lawannya shomam artinya tuli. Mustahil Dia tuli. Wajib Allah a’ala mendengar. Dalilnya:[Laqad sami’allaah]. Arti: “Sesungguhnya telah mendengar oleh Allah Ta’ala”.
(12)Bashar, artinya melihat Allah Ta’ala. Lawannya ‘amaa artinya buta. Mustahil Dia buta. Wajib Allah a’ala melihat. Dalilnya: [ Wallaahu bashiirun bimaa ta’maluun ]. Artinya: “Bermula Allah Ta’ala jua yang amat melihat dengan apa-apa yang kamu perbuat”.
(13)Kalaam, artinya berkata-kata Allah Ta’ala. Lawannya bakam artinya bisu. Mustahil Dia bisu. Wajib Allah a’ala berkata-kata. Dalilnya: [ Wa kallamallaahu muusaa takliiman ]. Artinya: “Telah berkata-kata Allah Ta’ala akan Nabi Musa akan sempurna kata”. Dari 14 sampai 20 atau 7 sifat berikutnya adalah sama dengan nomor 7 sampai 13, dalam arti sifat Yang Maha bagi Allah SWT. Yakni Qaadirun,Muriidun,‘Aalimun,Hayyun,Samii’un,Bashiirun,Mutakallimun.
Dan satu sifat harus, yaitu, [Laa yajibu ‘alaihi ta’aala fi’lu syai-in minal mumkinaat atau tarkuhu]. Artinya: Tiada wajib atas Allah Ta’ala memperbuat sesuatu dari pada sekalian yang mungkin atau meninggalkan dia. Mustahil wajib ia memperbuat yang demikian itu.


والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته


REFERENCE

Abdurrahman bin Haji Muhammad Ali, KH., Kitab Kifayatul Mubtadi-in Fii I’tiqaadil Mu’miniin, Amuntai
Bukhari, Imam, Pengarang Kitab Hadits Shahih, Ringkasan hadts Shahih Imam
Bukhari, Program  Sofyan Efendi (credit goes to him @ http://opi.110mb.com/)
Departemen Agama RI (sekarang Kemenag), 2008,  Al-Qur’an dan Terjemahnya, CV. Ferlia Citra Utama 
Kemenag RI, 2012, Al-Qur’an dan Tafsirnya, Jakarta, Dirjen Bimbingan masyarakat Islam, Direktorat Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah
Tim, 2005, Ensiklopedi Islam, Jakarta, PT. Ichtiar Baru Van Houve 
Tim, 2005, Ensiklopedi Al-Qur’an, Buku 1, Jakarta, PT. Kharisma Ilmu


Tidak ada komentar:

Posting Komentar