Minggu, 08 Mei 2016

MEDIA DAKWAH DAN
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
“AMANU








Dzikir dan Tafakkur Memantapkan Akidah





OLEH:
 DR. KH. AHMADI H. SYUKRAN NAFIS, MM
Kepala Kantor Kementerian Agama Kota Banjarmasin
Sekretaris Komisi Ukhuwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kalsel
Pembimbing Majelis Taklim Ahlus Sunnah Waljamaah, Kantor Kemenag. Kota Banjarmasin,
Pimpinan/ Pembimbing Majelis Taklim Ahmadi Syukran Nafis Al-Banjari DR KH MM – Nurul Aida Hj. SE., MM (MT AMANU) Handil Bakti, Kab. Barito Kuala – Kota Banjarmarin
Kalimantan Selatan






Pendahuluan



السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمدلله رب العالمين وبه نستعين على أمور الدّنيا والدّين. والصّلاة والسّلام على أشرف الأنبياء والمرسلين وعلى آله وأصحابه أجمعين. اشهدأن لاإله إلاّ الله وحده لاشريك له ألملك الحق المبين.
وأشهد أنّ محمدا عبده ورسوله صادق الوعدالأمين.
اللهمّ صلىّ وسلّم وبارك على سيّدنا محمد وعلى ال سيّدنا محمّد وعن كلّ صحابة رسول الله أجمعين ومن تبعهم بإحسان إلى يوم الدين. أمّا بعد .

Yang Mulia; Para Alim Ulama, umara, guru-guru agama, ustadz- ustadzah,bapak-bapak, Ibu-ibu, saudara-saudaraku, anak-anaknda, cucu-cucunda; para santri, pelajar, mahasiswa dan generasi muda serta muslimin dan muslimat yang berbahagia.
Pertama-tama marilah kita panjatkan puji dan syukur ke hadhirat Allah SWT., yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada kita sekalian.
Salawat dan salam semoga dilimpahkan kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW, beserta para sahabat, keluarga beliau, dan pengikut beliau hingga akhir zaman. Mudah-mudahan Allah SWT memberikan ketetapan iman dan takwa kita kepada Allah SWT. Dan sebagai bukti kita ber-iman dan bertakwa adalah dengan melaksanakan perintah Allah SWT  dan  Rasul-Nya, serta menjauhi larangan-Nya.

Setiap orang pada dasarnya membutuhkan suatu pengetahuan   dan petunjuk untuk mencapai kebenaran, sedangkan zikir kepada Allah merupakan instrumen yang akan mendatangkan hidayah Allah.

Melalui berpikir (bertafakkur), maka manusia akan sanggup melampaui kedudukan binatang dan makhluk lainnya. Melalui tafakur, manusia mencapai kedudukan tertinggi. Ketinggian kedudukan dan derajat manusia tidak akan terwujud kecuali dengan memikirkan hal-hal yang paling abadi, yaitu  akhirat termasuk segala sesuatu yang mendukung keimanan.





Dzikir dan Tafakkur
“Memantapkan Akidah”

Perlunya membiasakan budi pekerti dan akhlak mulia sejak dini, yang antara lain melalui “Dzikir dan Tafakkur”, adalah merupakan upaya memantapkan akidah tauhid, iman dan takwa kepada Allah SWT.
Kemantapan akidah tauhid, iman dan takwa kepada Allah SWT  sangat penting bagi kita, dan diusahakan sejak dini, agar nantinya dapat membentengi generasi kita sekarang dan masa mendatang dari berbagai pengaruh negatif dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, globalisasi dan liberalisasi serta paham-paham keagamaan yang tidak sesuai dengan ajaran Nabi Muhamma SAW.
“Dzikir dan Tafakkur” diperintahkan oleh Allah SWT dalam Al-Qur’an yang disampaikan oleh Malaikat Jibril ‘alaihi salam kepada Nabi Muhammad SAW., Rasul akhir zaman. Sebagaimana juga diajarkan kepada Rasul Allah yang terdahulu seperti kepada Nabi Ibrahim a.s.
“Dzikir dan Tafakkur” merupakan jalan atau cara mendekatkan diri kepada Allah SWT, atau dalam istilah tasawuf disebut sebagai tarekat atau jalan menuju makrifat kepada Allah SWT.
Tarekat (tariqah) mempunyai beberapa arti antara lain (1) “jalan lurus” (Islam yang benar, yang berbeda dari kekufuran dan syirik, (2) “tradisi sufi” atau (3) ”jalan spiritual” (tasawuf), dan “persaudaraan sufi”. Pada arti ketiga, tarekat berarti “organisasi sosial sufi” yang memiliki anggota dan peraturan yang harus ditaati, serta berpusat pada hadirnya seorang mursyid (guru sufi). (Tim, 2005, Ensiklopedi Islam, Jakarta, PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, hal. 46).
Dzikir dan Tafakkur dilakukan sebagai upaya untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT  melalui jalan kesufian, yang dalam istilah ilmu Tarekat disebut sebagai kesempurnaan suluk (merambah jalan kesufian dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah). Dengan keselarasan Islam, Iman, dan Ikhsan, atau disebut dengan istilah syariat, tarekat dan hakikat, untuk mendapatkan manisnya iman, yakni; ma’rifat kepada Allah (Ma’rifatullah/ mengenal Allah).

Banyak perintah Allah SWT tentang Dzikir dan Tafakkur diantaranya firman Allah SWT dalamAl-Qur’an Surah Ali-Imran/3: 190-191.

 “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal.” Q.S. Ali Imran/3: 190.

 “(Yaitu) orang-orang yang mengingat (berdzikir) kepada Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan (bertafakkur) tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.” Q.S. Ali Imran/3: 191

Rasulullah SAW bersabda dalam sebuah hadits shahih tentang Islam, Iman dan Ihsan, yang diriwayatkan oleh Imam Muslim :

Artinya :
Dari Umar radhiallahu ‘anhu juga dia berkata : “Ketika kami duduk-duduk di sisi Rasulullah SAW suatu hari, tiba-tiba datanglah seorang laki-laki yang mengenakan baju yang sangat putih dan berambut sangat hitam, tidak tampak padanya bekas-bekas perjalanan jauh dan tidak ada seorangpun diantara kami yang mengenalnya. Hingga kemudian dia duduk di hadapan Nabi SAW lalu menempelkan kedua lututnya kepada kepada lututnya (Rasulullah SAW) seraya berkata:
Ya  Muhammad, beritahukan aku tentang Islam?”, maka bersabdalah Rasulullah SAW: “Islam adalah engkau bersaksi bahwa tidak ada Ilah (Tuhan yang disembah) selain Allah, dan bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah, engkau mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan dan pergi haji jika mampu“, kemudian dia berkata: “Anda benar“. Kami semua heran, dia yang bertanya dia pula yang membenarkan.
Kemudian dia bertanya lagi: “Beritahukan aku tentang Iman “. Lalu beliau bersabda: “Engkau beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari akhir dan engkau beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk“, kemudian dia berkata: “Anda benar”.
Kemudian dia berkata lagi: “Beritahukan aku tentang ihsan“. Lalu beliau bersabda: “Ihsan adalah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihatnya, jika engkau tidak melihatnya maka Dia melihat engkau”
Kemudian dia berkata: “Beritahukan aku tentang hari kiamat (kapan kejadiannya)”. Beliau bersabda: “Yang ditanya tidak lebih tahu dari yang bertanya”.
Dia berkata: “Beritahukan aku tentang tanda-tandanya“, beliau bersabda: “ (1) Jika seorang hamba melahirkan tuannya  dan     (2) jika engkau melihat seorang bertelanjang kaki dan dada, miskin dan penggembala domba, (kemudian) berlomba-lomba meninggikan bangunannya”.
Kemudian orang itu berlalu dan aku berdiam sebentar. Kemudian beliau (Rasulullah) bertanya: “Tahukah engkau siapa yang bertanya ?”. Aku berkata: “ Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui“. Beliau bersabda: “ Dia adalah Jibril yang datang kepada kalian (bermaksud) mengajarkan agama kalian“. (Hadits Riwayat Muslim).

Dalam hadits ini disebutkan ketiga aspek (Islam, iman dan ihsan) adalah merupakan satu kesatuan. Maksudnya, dalam diri seorang umat Islam tidak bisa hanya menekankan salah satunya saja, melainkan merupakan seorang muslim yang utuh, yakni yang beriman, berislam dan berihsan.
Jadi penekanannya tidak hanya pada aspek Islam, dalam arti fiqh semata, yakni kecdnderungan pada pemikiran keagamaan yang bersifat legal-formal. Atau dapat dikatakan,secara fiqh saja.
Demikian pula tidak hanya penekanan pada aspek iman (keimanan) semata, sehingga menjadikan seseorang hanya sekedar percaya, seperti dalam kehidupan masyarakat kita pernah disebut sebagai aliran kepercayaan dan kebatinan. Atau dapat dikatakan secara iman atau keimanan saja.
Dan tidak hanya menekankan pada aspek ihsan saja, yakni menjadikan seseorang hanya melakukan kebaikan semata. Kalau sudah berbuat baik, maka tidak perlu lagi melaksanakan ibadah-ibadah seperti tuntunan fiqh (dalam Islam) seperti shalat, puasa, dll. Atau dapat dikatakan secara tasawuf saja.
Dalam Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah diajarkan bahwa tarekat diamalkan justru dalam rangka menguatkan syari’at. Karena bertarekat dengan mengabaikan syariat ibarat bermain di luar sistem, sehingga tidak akan dapat mendapatkan sesuatu kecuali kesia-siaan.
Ajaran tentang prinsip kesempurnaan suluk merupakan ajaran yang selalu ditekankan oleh pendiri tarekat Qadiriyah, yaitu Syekh Abdul Qadir al-Jailani, hal ini dapat dimaklumi, karena beliau seorang sufi sunni dan sekaligus ulama fiqih. Beliau adalah faqih dalam mahzab Hambali (Ahmad bin Hambal). Inilah pemahaman prinsip yang membedakan antara sufi sunni dan sufi bid’i
Menurut Nurcholis Madjid, tarekat-tarekat yang ada sekarang ini merupakan suatu kelembagaan sufi populer yang merupakan hasil dari usaha dan kerja keras para ulama’ sufi sunni, seperti al-Ghazali, al-Qusyairi, al-Sya’rani, Ibnu Taimiyyah, dan lain-lain.
Sehingga, menurutnya, keberadaan tarekat-tarekat yang ada sekarang ini sudah tidak perlu untuk terlalu dicurigai keabsahannya secara syar’i.
Walaupun demikian sudah barang tentu, ada satu-dua, yang mengatasnamakan tarekat, atau berperan sebagai tarekat tetapi tidak mengindahkan syari’at. Tarekat seperti ini jelas termasuk sebagai tarekat yang tidak absah (Tarekat Ghairu Mu’tabarah).
Karenanya, adanya organisasi tarekat dimaksudkan antara lain adalah untuk memudahkan pengawasan terhadap kemungkinan munculnya penyimpangan-penyimpangan dalam pengamalan suatu tarekat, dari ketentuan syari’at Islam.
Sehingga dapat dibedakan dengan lebih mudah, mana pengamalan suatu tarekat yang menyimpang atau yang tidak, dari ketentuan syari’at Islam. Sehingga dapat dibedakan dengan lebih mudah, mana yang mu’tabarah (absah), dan yang ghairu mu’tabarah (batil).

Tafakkur, Amaliyah Sehari-Hari, Tidak Mengikat

Dalam Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah, kesempurnaan Suluk merupakan upaya, atau proses untuk mendapatkan ma’rifat kepada Allah swt, dengan mendekatkan diri kepada-Nya, yang dilakukan dalam sebuah sistem yang telah ditetapkan oleh Allah SWT melalui Rasul-Nya.
Yaitu, dengan mengikuti tarikat yang benar, yang tidak meninggalkan syariat, diantaranya selain dzikir sebagai ajaran utama tarekat, juga dengan tafakkur atau berfikir, sebagai amaliyah kegiatan kita sehari-hari, yang tidak mengikat.
Karena merupakan amaliyah tidak mengikat, maka tafakkur tidak mengikat pula pada aliran tarekat yang diikutinya. Pengikut tarekat apa saja bisa melakukan tafakkur sebagai amaliyah kegiatan sehari-harinya, meskipun tafakkur ini terdapat pada ajaran Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah.
Setiap umat Islam diperintahkan oleh Allah SWT untuk bertafakkur. Namun ilmu bagaimana melaksanakan tafakkur ini banyak yang tidak mengetahuinya, karena jarang diturunkan atau hampir tidak ada lagi yang meng-ijazahkan sebagai amaliyah kegiatan kita sehari-hari. Mengingat – mohon maaf – para mursyid (guru tarekat) lebih terfokus pada ajaran dzikir.
Pengertian tafakkur atau berfikir, yang dalam terminologi (batasan istilah) tasawuf, bahwa tafakkur ini bermakna transendental (Maksudnya menurut kamus besar Bahasa Indonesia: 1. menonjolkan hal-hal yg bersifat kerohanian, 2. sukar dipahami; 3. gaib; tidak kelihatan, tersembunyi, tidak nyata, dan 4. Abstrak; tidak berbentuk, tidak berwujud). Kesamaan kata dari transcendental ini adalah sir, super natural, tersembunyi, samar, raib, lenyap, hilang, guyub/ gaib.)
Yakni memikirkan dan merenungkan makna, hakikat dan hikmat dibalik sesuatu untuk menemukan keagungan dan kebesaran  Allah SWT.
Maka dengan bertafakkur ini, diri kita menjadi kecil, karena Yang Maha Besar itu hanyalah Allah SWT.
Kita adalah manusia yang diciptakan oleh Allah SWT., merupakan bagian terkecil dari alam semesta yang juga diciptakan Allah SWT. Kita ada, dan alam semesta ini ada. Tidak mungkin kita dan alam semesta ini ada dengan sendirinya. Maka pasti ada yang menciptakannya. Yang menciptakan itu wajib ada. Kalau tidak ada yang menciptakan, maka tidak mungkin kita dan alam semesta ini ada. Pasti ada yang menciptakan kita dan alam semesta ini. Yang menciptakan itu pasti Yang Maha Pencipta. Yang Maha Pencipta itu adalah Tuhan kita, yaitu Allah SWT.
Kita sebagai manusia diciptakan oleh Allah SWT dalam bentuk yang sempurna, demikian pula alam semesta diciptakan Allah SWT dengan sempurna, terbukti semuanya berjalan teratur mengikuti aturan dan ketetapan masing-masing sesuai dengan sunnatullahnya.
Oleh karena kita dan alam semesta ini diciptakan dengan sempurna, merupakan satu kesatuan yang sempurna, maka berarti yang menciptakan kita dan alam semesta ini pastilah Yang Maha Sempurna, Yang Maha Satu atau Yang Maha Esa, yang memiliki sifat-sifat kesempurnaan, keagungan dan kebesaran, yaitu Tuhan kita, Allah SWT., Tuhan Yang Maha Agung, Yang Maha Besar, Yang Maha Kuasa.
Maka sudah sepatutnya kita mencintai kepada yang menciptakan kita, yaitu Allah SWT., dengan banyak berdzikir dan bertafakkur kepada Allah SWT.

Dzikir

Meskipun dzikir dan tafakkur sama-sama termasuk ajaran tarekat, namun kebanyakan mursyid (guru tarekat) hanya mengijazahkan dzikir sebagai ajaran utama, khususnya Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah, ajaran zikir menempati posisi sentral dalam keseluruhan doktrin tarekat, disamping  ajaran yang berkaitan dengan perilaku dan sikap mental kesufian yang lain, seperti adab kepada mursyid (guru tarekat), muraqabah, zuhud, wara’ dan ikhlas, yang dalam hal ini banyak diberikan ketauladanan dan disampaikan secara lisan-tulisan oleh para alim ulama, kyai, ustadz-ustadzah atau mursid (guru tarekat).
Perintah dzikir dalam al-qur’an diantaranya dalam Surah Al-Ahzab/33; 41-42.

41. Hai orang-orang yang beriman, berzdikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya.
42. Dan bertasbihlah kepada-Nya diwaktu pagi dan petang.

Dalam ajaran Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah terdapat 2 (dua) jenis dzikir yaitu :
(a)   Dzikir nafi isbat yaitu dzikir kepada Allah dengan menyebut kalimat “lailahaillallah”. Dzikir ini merupakan inti ajaran Tarekat Qadiriyah yang dilafadzkan secara jahr (dengan suara keras). Dzikir nafi isbat pertama kali dibaiatkan kepada Ali ibn Abi Thalib pada malam hijrahnya Nabi Muhammad dari Mekah ke kota Yasrib (Madinah) di saat Ali menggantikan posisi Nabi (menempati tempat tidur dan memakai selimut Nabi). Dengan talqin dzikir inilah Ali mempunyai keberanian dan tawakaal kepada Allah yang luar biasa dalam menghadapi maut. Alasan lain Nabi membaiat Ali dengan dzikir keras adalah karena karakteristik yang dimiliki Ali. Ia seorang yang periang, terbuka, serta suka menentang orang-orang kafir dengan mengucapkan kalimat syahadat dengan suara keras.
(b)   Dzikir ismu dzat yaitu dzikir kepada Allah dengan menyebut kalimat “Allah” secara sirr atau khafi (dalam hati). Dzikir ini juga disebut dengan dzikir latifah dan merupakan ciri khas dalam Tarekat Naqsyabandiyah. Sedangkan dzikir ismu dzat dibaiatkan pertama kali oleh Nabi kepada Abu Bakar al-Siddiq, ketika sedang menemani Nabi di Gua Tsur, pada saat berada dalam persembunyiannya dari kejaran para pembunuh Quraisy. Dalam kondisi panik Nabi mengajarkan dzikir ini sekaligus kontemplasi dengan pemusatan bahwa Allah senantiasa menyertainya.
Selain dua jenis dzikir pokok tersebut, dalam ajaran Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah juga menganjurkan bagi muridnya yang telah menyelesaikan dzikir latha’if, untuk melaksanakan Dzikir al-anfas.
 Dzikir al-anfas. adalah dzikir untuk menyebut nama Allah dengan lidah batin (sirri atau khafi) yang disertakan dengan ritme nafas (keluar masuknya nafas pada semua keadaan). Sehingga ia menjadi orang yang menyebut asma Allah dalam semua keadaan (qiyaman, wa qu’udan, wa’ala junubihim). Sedangkan teknik dzikir ini bebas tidak terikat oleh waktu, tempat dan hitungan.
Ajaran tentang dzikir anfas (dzikir dengan mengikuti ritme nafas) diberikan oleh sebagian mursyid kepada murid-muridnya sebagai himbauan. Dan himbauan ini khususnya diberikan kepada murid-muridnya yang telah khatam melaksanakan dzikir latha’if.
Dzikir al-anfas merupakan salah satu ajaran inti dalam Tarekat Naqsyabandiyah yang sebelas. Yaitu Husn dar dam, atau sadar sewaktu bernafas. Baik dengan menyebut ism dzat (Allah, Allah, Allah), maupun dengan menyebut kalimat tahlil : la illah illa Allah.
Tafakkur
Adapun tafakkur yang benar, sebenarnya dapat menghilangkan penyakit-penyakit hati, dan dapat memancarkan perilaku-perilaku dan sikap mental kesufian yang lainnya seperti adab kepada guru, muraqabah, zuhud, wara’ dan ikhlas. Sehingga mendapatkan manisnya iman, yakni; ma’rifat kepada Allah (Ma’rifatullah/ mengenal Allah)
Namun sangat jarang sekali, para tuan guru, alim ulama atau para kyai mengijazahkan bagaimana cara tafakkur kepada Allah SWT. Karena tafakkur ini termasuk ajaran yang bersifat tidak mengikat, kurang menjadi penekanan dalam aliran tarekat. Atau akhlak sufi yang lainnya, diantaranya; pedoman amal shaleh, niat berbuat kebaikan, menyempurnakan ibadah fardhu, menaklukkan hawa nafsu, mengamalkan ajaran Al-Qur’an, semangat beribadah malam, memperbanyak puasa sunat, taat pada perintah Allah SWT., dll. (Tim, Inseklopedi Al-Qur’an-Tematis, Jakarta, PT. Kharisma Ilmu, hal. 70-71).

Padahal tafakkur ini sangat penting dalam memperkokoh akidah dan mendekatkan diri kepada Allah SWT., sebagai salah satu jalan (tarekat) menuju makrifat kepada Allah SWT., yang tidak terikat waktu dan tempat, bahkan dapat menembus ruang dan waktu alam semesta, jagat raya yang menunjukkan kesempurnaan, keagungan dan kebesaran Allah SWT.

Pembagian Tafakkur dapat dibagi ke dalam 6 macam model atau jenis, yaitu;
1. Tafakkur atas kuasa Allah,
Yaitu memikirkan dan merenungi ke-Maha Kuasa-an Allah yang telah menciptakan keindahan yang dapat kita saksikan, dan kuasa Allah yang telah menjadikan alam semesta (tujuh langit, tujuh bumi besera dengan isinya). Tafakkur model pertama ini adalah tafakkurnya para ulama’,
2. Tafakkur atas ni’mat dan karunia Allah,
Yaitu berfikir tentang apa yang diberikan kepada kita oleh Allah yang berupa ni’mat dan kurunia yang tidak terhitung jumlahnya (karena terlalu banyak). Model tafakkur yang kedua ini adalah materi syukur.
3. Tafakkur akan pengetahuan Allah,
Yaitu bertafakkur atas sifat Allah Yang Maha Mengetahui. Ia adalah dzat yang maha mengetahui akan segala yang lahir maupun yang batin. Bahwa semua yang dikerjakan oleh hambaNya, baik yang dilakukan secara fisik maupun yang dilakukan oleh anggota batin kita (nafs, qalb, ruh, sirr, khafi dan akhfa) diketahui oleh Allah.
Jenis tafakkur yang ketiga ini  sampai yang ke enam adalah tafakurnya para hamba-hamba Allah yang tulus (‘Abidin).
4. Tafakkur atas nasib di akhirat,
Yaitu memikirkan tentang ibadah kita di dunia ini dan bagaimana kelak nasib kita di akhirat yang kekal abadi itu.
5. Tafakkur atas sifat kehidupan duniawi,
Yaitu berfikir dan merenungkan karekteristik kehidupan duniawi yang sangat fana (temporal) dan senantiasa mengajak manusia kepada maksiat dan melupakan Allah.
6. Tafakkur atas datangnya kematian yang pasti dan keadaan seseorang yang telah mati.

Allah SWT memerintahkan kepada umat Nabi Muhammad SAW untuk bertafakkur kepada-Nya, sehingga akan mendapatkan manisnya iman, dalam arti dapat mencapai makrifat kepada Allah SWT.
Dengan bertafakkur ini, kita sebagai manusia adalah makhluk yang lemah, kita mengakui telah banyak lalai, banyak melakukan perbuatan dosa dan maksiat sengaja atau tidak sengaja, baik perbuatan dosa kepada sesama makhluk maupun kepada Allah SWT., karenanya dengan perasaan penuh harap kepada Allah SWT., aku bertaubat dan memohon ampun kepada Allah SWT. “Astagfirullahal adhim, Astagfirullahal adhim, Astagfirullahal adhim, alladzi laa ilaaha illa huwal qayyuumu wa atuubu ilaih”.
Dan sebagai manusia kita mengakui tidak kuat kuasa,  Yang Kuasa hanyalah Allah SWT “Wa laa haula walaa quwwata illaa billaahil ‘aliyyil adhiim”.
Karenanya, dengan bertafakkur ini, akidahku menjadi mantap, aku yakin seyakin yakinnya akan kebenaran iman ku, aku yakin seyakin yakinnya akan kebenaran ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW Rasul akhir zaman, dengan bersyaksi bahwa tidak Tuhan (yang wajib disembah) melainkan Allah SWT., dan aku bersaksi bahwa Muhammad SAW itu adalah utusan Allah SWT.  Asyhadu an laa ilaaha illallaah, Wa asyhadu anna Muhammadar Rasulullaah
Dan dengan bertafakkur ini menjadikan kita yakin seyakin-yakinnya, bahwa, Tuhan itu ada dan esa adanya, yaitu Allah SWT., Tuhan yang tidak ada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah SWT. “Laa ilaaha illallah”.  Menjadikan lisannya selalu basah, berdzikir dengan menyebut kalimah thoyyibah “Laa ilaaha illallah”, “Laa ilaaha illallah”, “Laa ilaaha illallah”.
Dan menjadikan seluruh tubuhku berdzikir kepada Allah SWT seiring dengan tidak henti-hentinya jantungku berdetak, roh ku, di dalam hatiku, menyebut nama Allah: “Allah-Allah, Allah-Allah”, atau “Allahu-Allah, Allahu-Allah”.
Dan dengan bertafakkur ini, kita menemukan kesempurnaan, keagungan dan kebesaran Allah SWT. Hanya Allah lah Tuhan Yang Maha Besar; Allahu Akbar.
Allahu Akbar., Allah Maha Besar.,
Allah Yang Maha Menciptakan, sehingga Allah yang mempunyai hak untuk memerintah yang diciptakan-Nya.
Semua yang ada di alam semesta tunduk kepada ketentuan Allah SWT., tunduk kepada perintah Allah SWT.
Maha suci Allah Tuhan seru sekalian alam.
Firman Allah SWT dalam Al-Qur’an :
 “Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas 'Arsy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam.” Q.S. Al-A’raf/7: 54

Firman Allah SWT dalam Al-Qur’an :

Katakanlah (Hai Muhammad): Sesungguhnya yang diwahyukan kepadaku adalah: Bahwasanya Tuhanmu adalah Tuhan Yang Esa. Maka hendaklah kamu berserah diri (kepada-Nya)". Q.S. Al-Anbiya (21): 108.




Penutup

Akhir kalam; Mohon maaf dan mohon ke-relaan-nya kepada semua pihak, atas hal-hal yang kurang berkenan dan atas partispasinya dalam penerbitan media ini. Mudah-mudahan Allah SWT mengampuni semua dosa-dosa kita, kedua orang tua kita dan guru-guru kita serta menerima semua amal ibadah kita. Amin. Terimakasih.

وَالسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ




Reference

Kementerian Agama RI., 2011, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta, Dirjen Bimas Islam, Direktorat Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah, PT. Adhi Aksara Abadi Indonesia.
Kementerian Agama RI., 2012, Al-Qur’an dan Tafsirnya, Jakarta, Dirjen Bimas Islam, Direktorat Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah, PT. Senergi Pustaka Indonesia.
Jalaluddin Al-Mahalli, Jalaluddin As-Sayuti, Penterj: Bahrun Abu Bakar,Lc., 2013, Tafsir Jalain, Bandung, Sinar Baru Algesindo.
Samsul Munir Amin, Drs., MA., (Pengantar Said Agil Siradj, Prof. DR. KH. MA.), 2012, Ilmu Tasawuf, Jakarta, Amzah.
Sri Mulyani, DR. Hj., MA., 2010, Peran Edukasi Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah dengan Referensi Utama Suryalaya, Jakarta, Kencana Prenada Media Group. 
Tim, 2005, Ensiklopedi Islam, Jakarta, PT. Ichtiar Baru Van Hoeve.
Tim, Inseklopedi Al-Qur’an-Tematis, Jakarta, PT. Kharisma Ilmu.
Kurniawan, alumni Universitas Islam negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Program Studi Sosiologi Agama,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar